Selasa, 10 Agustus 2010

HERPES ZOOSTER

Pendahuluan
Latar Belakang
Virus Varicella-zoster (VZV) merupakan agen penyebab cacar air, yang merupakan infeksi umum yang terjadi pada anak-anak. Setelah cacar air sembuh, VZV tinggal secara dorman ganglion akar dorsal spinalis sampai muncul reaktivasi berupa herpes zoster (shingles). “Shingles” adalah sindrom yang karakteristiknya berupa rash vesikuler unilateral yang nyeri, biasanya terbatas dalam distribusi dermatomal. Kadang-kadang, terutama pada pasien immunocompromised, infeksinya dapat menyebar dan menghasilkan penyakit sistemik yang berat, melibatkan beberapa organ viseral dan banyak dermatom (disseminated zoster).
Herpes zoster biasanya memiliki gejala yang ringan, namun dapat terjadi komplikasi, mulai dari yang ringan sampai yang mengancam jiwa. Complicated herpes zoster menunjuk kepada infeksi yang terjadi pada pasien gangguan sistem imun atau yang manifestasinya melibatkan mata. Pada pasien tertentu, pengobatan dini dengan antivirus dan mungkin kortikosteroid telah menunjukkan penurunan lamanya penyakit dan untuk mencegah atau memperbaiki komplikasi.

Patofisiologi
Penyebab mengapa tepatnya VZV menjadi reaktif belum dipahami sepenuhnya. Bagaimanapun, kekebalan spesifik dengan perantara sel terhadap VZV menjadi faktor utama dalam menentukan reaktivasi VZV. Kekebalan ini menurun seiring dengan pertambahan usia dan pada pasien dengan keganasan. Kelompok pasien ini lebih sering terkena herpes zoster. Pasien dengan hypogammaglobulinemia (suatu defek kekebalan humoral, namun seluluernya tidak) tidak lebih sering menderita zoster. Ini menyokong pemikiran bahwa kekebalan yang diperantarai sel memiliki peranan penting dalam pathogenesis terjadinya infeksi VZV.
Reaktivasi VZV menyebabkan inflamasi pada akar dorsal ganglion disertai nekrosis hemoragik dari sel-sel saraf sehingga terjadi hilangnya neuron dan terbentuk fibrosis. Distribusi rash berhubungan dengan daerah sensorik dari neuron yang terinfeksi di dalam ganglion tertentu. Lokasi anatomis dari dermatom yang terlibat seringkali menentukan manifestasi yang mungkin timbul (misalnya herpes zotster oftalmikus menyebabkan komplikasi mata bila melibatkan ganglion trigeminus).

Frekuensi
Sekitar 95% orang dewasa di Amerika Serikat memiliki antibodi terhadap virus varicella-zoster dan rentan terhadap munculnya reaktivasi. Seseorang dengan usia berapapun dapat menderita zoster, namun insidensnya meningkat seiring dengan usia akibat menurunnya kekebalan. Sekitar 4% pasien dengan zoster akan mengalami episode berulang atau kekambuhan di kemudian hari.
Penelitian terhadap pasien di sebuah health maintenance organization (HMO) di Amerika menunjukkan 1075 kasus sejak tahun 1990-1992. Berikut karakteristik yang tercatat:
•Indisens saat itu 215 per 100.000 orang per tahun
•Pasien lanjut usia memiliki risiko lebih besar (1424 kasus per 100.000 orang per tahun uuntuk usia >75 tahun)
•kurang dari 5% kasus terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
•3 dari 4 pasien dengan zoster yang rekuren atau kambuh menderita HIV positif
Mortalitas/Morbiditas
•Komplikasi umum herpes zoster adalah neuralgia post herpetik, yaitu nyeri yang menetap lebih dari 1 bulan setelah penyembuhan rash vesikuler. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien berusia >50 tahun. Neuralgia post herpetik dapat terjadi sebagai kelanjutan nyeri yang menyertai herpes zoster akut, atau mungkin terjadi mengikuti reaktivasi zoster yang sudah sembuh. Nyeri dari neuralgia postherpetik biasanya berkurang dalam 6 bulan. Namun sekitar 1 % pasien terus menderita nyeri selama satu tahun atau lebih.
•Herpes zoster dapat dikaitkan dengan infeksi bakteri sekunder di daerah yang terkena rash (biasanya streptokokus atau stafilokokus)
•Hepes zoster yang melibatkan cabang ke dua nervus trigeminus dapat menyebabkan terjadinya konjungtivitis, keratitis, ulkus kornea, iridosiklitis, glaukoma, dan kebutaan.
•Komplikasi dari sindrom Ramsay Hunt (zoster yang melibatkan nervus kranialis V, IX, dan X) dapat meliputi kelemahan nervus fasialis perifer dan ketulian.
•Meningoensefalitis sekunder pada herpes zoster sepertinya lebih sering terlihat pada penderita immunocompromised daripada pasien yang immunocompetent. Komplikasi SSP lainnya dapat meliputi myelitis, kelumpuhan saraf kranial, dan angiitis granulomatosa. Angiitis granulomatosa dapat menyebabkan berkembangnya gangguan serebrovaskuler.
•Zoster yang bersifat diseminata dapat terlihat pada pasien immunocompromised. Pada beberapa kasus, penyebaran secara hematogen dapat menyebabkan terlibatnya beberapa dermatom. Selain itu juga dapat terjadi gangguan viseral. Keterlibatan sistemik ini dapat berakhir dengan kematian akibat ensefalitis, hepatitis, atau pneumonitis.
Ras
Orang berkulit hitam memiliki ¼ kali kemungkinan terkena herpes zoster dibandingkan orang kulit putih
Jenis Kelamin
Insidens sama antara pria dan wanita
Usia
Insidens herpes zoster meningkat seiring usia. Sekitar 80% kasus terjadi pada orang berusia >20 tahun. <5%>

KLINIS
Riwayat
Nyeri prodromal mendahului munculnya rash pada sekitar 75% pasien, secara khas terbatas pada distribusi dermatom yang sama. Awalnya terbentuk vesikel, kemudian rash ini menjadi pustul dan kemudian terbentuk krusta setelah >7-10 hari. Sama seperti cacar air, begitu terbentuk krusta maka lesinya tidak lagi infeksius. Jaringan parut dan hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dapat menetap untuk jangka waktu lama.
•Kebanyakan pasien menyatakan nyeri yang timbul berupa rasa seperti terbakar, berdenyut, atau ditusuk-tusuk
•Area yang terkena teraba lunak
•Rash dapat terasa gatal
•Tergantung dermatom yang terlibat, nyeri dapat berhubungan dengan gejala etiologi lainnya, seperti kolik renalis, nyeri bilier, atau sindrom koroner akut
•Zoster umumnya terbatas dalam satu dermatom atau seringkali dua atau tiga dermatom yang berbatasan pada host normal
•Dermatom thoraks adalah tempat tersering, diikuti oleh dermatom lumbalis
•kurang dari 20% pasien mengalami gejala sistemik seperti sakit kepala, demam, malaise, atau fatigue
•Lamanya nyeri bervariasi, namun biasanya kurang dari 1 bulan
o Nyeri yang bertahan lebih dari satu bulan mengarah kepada postherpetik neuralgia
o 10-15% pasien akan menderita nyeri selama lebih dari satu bulan
o Zoster sine herpete adalah nyeri dan parestesi sepanjang dermatom tanpa adanya gejala yang terlihat pada kulit

Pemeriksaan Fisik
•Temuan utama pada pemeriksaan fisik adalah rash yang tersebar pada dermatom unilateral; di mana rash tersebut dapat membentuk eritem, vesikel, pustule, atau krusta, tergantung pada tahapan penyakit.
o Rash yang muncul berbentuk khas “herpetik”: vesikel-vesikel kecil berkelompok pada dasar yang eritematous. Seringkali dideskripsikan sebagai “tetesan embun di atas kelopak mawar”
o Jarang terjadi rash bilateral
o Lesi zoster timbul secara simultan dan menetap pada tahap penyembuhan yang sama
o Lesi pada ujung hidung menunjukkan adanya keterlibatan nervus nasosiliaris; temuan ini mengharuskan dilakukannya pemeriksaan slit-lamp dengan pewarnaan fluoresens untuk mencari adanya lesi kornea dari keratitis herpetik
•Temuan pada pemeriksaan fisik juga bergantung pada dermatom yang terlibat, misalnya sbb:
o Ulkus kornea
o Limfadenopati regional
o Kelumpuhan saraf cranial
o Kelumpuhan nervus fasialis perifer
o Delirium, konfusi, koma (pada pasien dengan meningoensefalitis)

Penyebab
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi VZV
Diagnosis Banding
Apendisitis akut
Bell’s palsy
Kolesistitis dan kolik bilier
Konjungtivitis
Ulkus kornea dan keratitis ulseratif
Glaukoma akut sudut tertutup
Herpes simpleks
Herpes zoster
Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster otikus
Batu ginjal
Neuralgia trigeminal
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan
Coxsakievirus
Pyoderma superficial
WORKUPS
Laboratorium
•Diagnosis herpes zoster terutama didasarkan pada temuan klinis, terutama dari lokasi dan bentuk erupsi kulit yang khas dan berhungan dengan nyeri yang terlokalisasi. Namun pada beberapa pasien, gambaran herpes zoster dapat tidak khas dan mungkin memerlukan beberapa pemeriksaan tambahan. Hal ini sangat nyata pada pasien dengan gangguan imunitas.
•Virus varicella-zoster dapat dikultur; hal ini memiliki kegunaan terbatas hanya dalam penelitian karena memerlukan waktu lama untuk pertumbuhan virusnya.
•Jika diperlukan, diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan mengirimkan hasil swab ke laboratorium. Angkat bagian puncak lesi dan lakukan swab pada dasar lesi. Kemudian buat sediaan hapus yang dikeringkan di udara lalu dikirim ke laboratorium untuk pewarnaan dengan antibody immunoflurescent. Swab ini juga dapat ditempatkan di dalam media transport untuk mendeteksi adanya DNA virus menggunakan PCR (polymerase chain reaction).
•Percobaan Tzanck dapat diperoleh dari lesi vesikuler, namun percobaan ini tidak dapat membedakan jenis-jenis infeksi virus varicella-zoster seperti herpes zoster dengan herpes simpleks
•Bila ada indikasi, pengobatan dilakukan secara empiris, jangan menunda pengobatan untuk menunggu hasil tes diagnostik
Uji Lainnya
•Uji antibodi monoklonal
•Uji sel mononuklear darah untuk mencari DNA virus (penelitian)
Prosedur
•Biopsy untuk uji imunofluoresens direk (jarang dilakukan)

PENATALAKSANAAN
Perawatan di Unit Gawat Darurat
Pengobatan simtomatis
•Pasien dengan herpes zoster biasanya mengalami nyeri. Terapi dengan antivirus dan steroid hanya sedikit meredakan nyeri, sehingga seringkali diperlukan pemberian analgetik.
o Terapi awal dapat meliputi obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
o Pada beberapa kasus diperlukan analgetik narkotik
•Kompres dengan pembalut menggunakan air keran atau 5% alumunium asetat (larutan Burow). Diletakkan pada kulit yang terkena selama 30-60 menit 4-6 kali sehari
•Losion yang lembut (misalnya lotio Calamina) dapat membantu mengurangi rasa tidak nyaman
Terapi antivirus untuk herpes zoster tanpa komplikasi
Sasaran pemberian terapi antiviral adalah untuk mengurangi nyeri, untuk meningkatkan penyembuhan lesi kulit, dan untuk mencegah atau mengurangi tingkat keparahan neuralgia posherpetik. Asiklovir dan antivirus yang lebih baru valasiklovir dan famsiklovir telah menunjukkan efektivitasnya jika diberikan dalam 48-72 jam dari munculnya rash. Agen yang terbaru memiliki bioavailabilitas yang lebih baik dan tidak perlu diberikan terlalu sering. Hasil penelitian meliputi waktu yang diperlukan lesi kulit sampai terbentuknya krusta, durasi dan berat ringannya nyeri akut serta durasi dan insidens terjadinya neuralgia postherpetik.
Asiklovir merupakan antivirus yang paling banyak diteliti dan dianjurkan, namun dalam percobaan perbandingan secara tertutup dan random ditemukan bahwa valasiklovir lebih baik daripada asiklovir. Percobaan ini menyertakan lebih dari 1100 pasien dengan herpes zoster tanpa komplikasi dengan usia lebih dari 50 tahun. Ditemukan efek samping yang serupa pada kedua kelompok. Hasil evaluasi akhir meliputti kesembuhan dari nyeri akut dan lamanya neuralgia postherpetik.
Lamanya pengobatan menggunakan antivirus pada penelitian bervariasi antara 7-21 hari. Berdasarkan literatur terbaru, untuk pasien yang imunokompeten diberikan asiklovir selama 7-10 hari atau 7 hari untuk antivirus yang terbaru. Pasien dengan immunocompromise mungkin memerlukan waktu pemberian yang lebih lama.
Terapi kombinasi antivirus dan kortikosteroid untuk herpes zoster tanpa komplikasi
Penambahan kortikosteroid telah dievaluasi pada pasien yang diobati dengan asiklovir. Manfaat steroid terdiri dari percepatan proses penyembuhan lesi dan resolusi nyeri akut yang lebih cepat. Meskipun secara statistik signifikan, namun manfaatnya tidak banyak. Tidak ada efek terhadap perkembangan atau durasi neuralgia postherpetik.
Steroid belum diteliti bersama valasiklovir atau famsiklovir, jadi belum diketahui manfaatnya. Penambahan terapi steroid perlu dipertimbangkan hanya untuk pasien dengan gejala berat. Steroid tidak boleh diberikan sendiri (tanpa terapi antivirus) karena ditakutkan malah akan mendukung terjadinya replikasi virus. Pengaruh steroid pada infeksi sekunder kulit belum diketahui. Beberapa pengarang menyatakan bahwa steroid dapat meningkatkan risiko. Prednison 40-60 mg/hari, merupakan pilihan yang baik jika diperlukan penggunaan steroid. Lamanya pemberian terapi steroid untuk hasil optimal belum diketahui. Jika diberikan, pemberian steroid bersamaan dnegan terapi antiviral nampaknya cukup beralasan. Lamanya pemberian steroid ini tidak boleh lebih lama daripada pemberian antiviral.
Penatalaksanaan herpes zoster dengan komplikasi
Pasien yang penekanan sistem imun memiliki risiko infeksi kulit yang lebih luas atau menderita penyakit yang lebih luas. Meskipun belum ada bukti kuat, berikut adalah beberapa yang perlu diperhatikan dalam mengobati herpes zoster pada kelompok pasien ini.
•Berikan antivirus pada semua pasien dengan penekanan sistem imun, meskipun onset gejala sudah lebih dari 72 jam.
•Jika memilih valasiklovir sebaiknya diberikan secara per oral
•Pertimbangkan pengobatan menggunakan asiklovir intravena untuk pasien-pasien berikut:
o Pasien transplantasi segera setelah transplantasi dilakukan atau saat perawatan untuk mencegah reaksi penolakan
o Pasien dengan HIV lanjut
o Pasien dengan keterlibatan kulit luas atau penyakit viseral
Penatalaksanaan herpes zoster oftalmikus
Dua percobaan untuk membandingkan antara famsiklovor atau valasiklovir pada pasien dengan herpes zoster oftalmikus menunjukkan hasil yang seimbang antara keduanya.
Konsultasi
Konsultasi pada umumnya tidak diperlukan pada pasien tanpa komplikasi. Pasien dengan herpes zoster oftalmik bianya perlu dikonsulkan kepada oftalmologis. Konsultasi dengan penyakit menular atau spesialis lain yang tepat perlu dipertimbangkan pada kasus zoster diseminata atau zoster yang melibatkan viseral. 

PENGOBATAN
Sasaran pada terapi herpes zoster adalah untuk (1) mempersingkat pengobatan klinis, (2) pemberian analgetik, (3) pencegahan komplikasi, dan (4) menurunkan insidens neuralgia postherpetik. Meteanalisis dan percobaan acak terkontrol menunjukkan bahwa pemberian agen-agen antiviral asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir yang dimulai dalam 72 jam setelah munculnya rash, akan menurunkan beratnya penyakit dan lamanya nyeri akut, diikuti dengan menurunnya insidens neuralgia postherpetik.
Kategori obat: Antivirus
Antivirus asiklovir dapat menurunkan insidens neuralgia postherpetik. Famsiklovir dan valasiklovir (2 agen antivirus dengan kandungan menyerupai asiklovir) menawarkan pemberian dosis regimen yang lebih baik dibandingkan asiklovir namun belum banyak diteliti.
Nama Obat Asiklovir
Deskripsi Mengurangi lamanya lesi simtomatik. Diindikasikan bagi pasien yang onset rashnya muncul dalam 48 jam. Pasien yang diobati menunjukkan berkurangnya nyeri dan penyembuhan lesi kulit yang lebih cepat
Dosis Dewasa Dewasa immunocompromised: 800mg PO tiap 4 jam (5 kali/hari) selama 7-10 hari; alternatif lain: 10 mg/kg/dosis atau 500 mg/m2/dosis IV tiap 8 jam
Dosis Pediatrik Anak immunocompromised: 250-600 mg/m2/dosis PO 4-5 kali/hari selama 7-10 hari; alternative lain: 10 mg/kg/dosis atau 500 mg/m2/dosis IV tiap 8 jam
Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas
Interaksi Probenesid atau zidovudin memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan toksisitas SSP
Kehamilan B – risiko terhadap janin belum diketahui pada manusia namun telah terlihat pada beberapa studi terhadap hewan
Pencegahan Perhatian bagi penderita gagal ginjal atau pemberian bersama dengan obat-obat nefrotoksik lainnya
Nama Obat Famsiklovir
Deskripsi Merupakan suatu prodrug, yang jika mengalami biotransformasi maka metabolit aktifnya, pensiklovir, dapat menghambat sintesis atau replikasi DNA virus
Dosis Dewasa 500 mg PO tiap 8 jam selama 7 hari
Dosis Pediatrik Belum ditentukan
Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas
Interaksi Probenesid atau simetidin dapat meningkatkan toksisitas; meningkatkan bioavailabilitas digoksin
Kehamilan B – risiko terhadap janin belum diketahui pada manusia namun telah terlihat pada beberapa studi terhadap hewan
Pencegahan Perhatian bagi penderita gagal ginjal atau pemberian bersama dengan obat-obat nefrotoksik lainnya
Nama Obat Valasiklovir
Deskripsi Merupakan suatu prodrug yang secara cepat diubah menjadi asiklovir sebelum menggunakan aktivitas antivirusnya. Lebih mahal, namun pemberian dosis lebih nyaman dibandingkan asiklovir.
Dosis Dewasa 1000 mg PO setiap 8 jam selama 7 hari
Dosis Pediatrik Belum ditentukan
Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas
Interaksi Probenesid, zidovudin, atau simetidin memperpanajng waktu paruh dan meningkatkan toksisitas terhadap SSP
Kehamilan B – risiko terhadap janin belum diketahui pada manusia namun telah terlihat pada beberapa studi terhadap hewan
Pencegahan Perhatian bagi penderita gagal ginjal atau pemberian bersama dengan obat-obat nefrotoksik lainnya; dihubungkan dengan munculnya hemolytic uremic syndrome
Kategori obat: Kortikosteroid
Obat ini memiliki unsur sebagai antiinflamasi dan menyebabkan efek metabolik yang besar dan bervariasi. Kortikosteroid mengubah respon imun tubuh terhadap berbagai rangsangan. Tambahan prednison oral terhadap pemberian asiklovir menunjukkan berkurangnya nyeri, mempercepat penyembuhan lesi, dan memungkinkan penderita pulih lebih cepat untuk kembali menjalani aktivitas sehari-hari.
Nama Obat Prednison
Deskripsi Kortikosteroid tambahan terhadap asiklovir menghasilkan penurunan nyeri akut namun tidak menurunkan nyeri jangka panjang. Salah satu studi juga menunjukkan adanya penyembuhan awal rash yang lebih cepat, meskipun waktu yang diperlukan untuk penyembuhan rash secara sempurna tidak berubah
Dosis Dewasa 60 mg/hari PO diturunkan perlahan lebih dari 3 minggu
Dosis Pediatrik 0,05-2 mg/kg PO terbagi dalam dua sampai tiga kali/hari; turunkan perlahan dalam 2 minggu
Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas; infeksi virus, jamur, tuberkulosis kulit, infeksi jaringan ikat; ulkus peptikum; gangguan fungsi hati; perdarahan atau ulserasi saluran cerna
Interaksi Pemberian bersamaan dengan estrogen dapat menurunkan klirens; penggunaan bersamaan digoksin dapat menyebabkan toksisitas digitalis sekunder akibat hipokalemia; fenobarbital, fenitoin, dan rifampisin dapat meningkatkan metabolisme glukokortikoid (pertimbangkan untuk meningkatkan dosis pemeliharaan); awasi kemungkinan hipokalemia dengan pemberian bersamaan diuretik
Kehamilan B – risiko terhadap janin belum diketahui pada manusia namun telah terlihat pada beberapa studi terhadap hewan
Pencegahan Penghentian obat secara tiba-tiba dapat menyebabkan krisis adrenal; hiperglikemia, edema, osteonekrosis, miopati, ulkus peptikum, hipokalemia, osteoporosis, euforia, psikosis, myasthenia gravis, gangguan pertumbuhan, dan infeksi dapat terjadi pada penggunaan glukokortikoid
Kategori obat: Analgetik
Pengendalian nyeri sangat penting dalam kualitas perawatan pasien. Analgetik meningkatkan kenyamanan pasien, meningkatkan bersihan paru, dan memungkinkan terapi pengaturan fisik. Sebagian besar analgetik memiliki unsure sedatif yang bermanfaat bagi pasien dengan lesi kulit.
Nama Obat Asetaminofen
Deskripsi DOC untuk pengobatan nyeri pada pasien yang (1) memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap aspirin atau AINS, (2) memiliki penyakit saluran cerna atas, atau (3) meminum obat-obatan antikoagulan. Mengurangi demam dengan kerjanya yang langsung terhadap pusat pengaturan suhu di hipotalamus, yang meningkatkan penurunan suhu tubuh melalui vasodilatasi dan berkeringat
Dosis Dewasa 325-650 mg PO setiap 6 jam, atau 1000mg tiga/empat kali sehari; jangan >4 g/hari
Dosis Pediatrik kurang dari 12tahun: 10-15 mg/kg/dosis PO tiap 4 sampai 6 jam prn, jangan lebih dari 2,6 g/hari
>12 tahun: 650 mg tiap 4 jam; jangan >5 dosis dalam 24 jam
Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas; defisiensi G-6-P
Interaksi Rifampisin dapat menurunkan efek annalgesik; barbiturat, karbamazepin, hidantoin, dan isoniazid dapat meningkatkan hepatotoksisitas
Kehamilan B – risiko terhadap janin belum diketahui pada manusia namun telah terlihat pada beberapa studi terhadap hewan
Pencegahan Hepatotoksisitas mungkin terjadi pada alkoholik kronis mengikuti kadar dosis yang bervariasi; nyeri berat atau rekuren atau demam tinggi atau terus menerus dapat mengindikasikan adanya penyakit serius; asetaminofen terdapat pada banyak produk obat yang dijual bebas, dan penggunaan dengan kombinasi dengan produk-produk ini dapat menyebabkan akumulasi dosis asetaminofen sehingga melebihi dosis maksimum yang dianjurkan
Nama Obat Ibuprofen
Deskripsi DOC untuk pengobatan nyeri ringan sampai sedang, jika tidak terdapat kontraindikasi. Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri,mungkin melaluipenurunan aktivitas enzim siklooksigenase, yang akhirnya menghambatsintesis prostaglandin. Merupakan salah satu dari AINS yang dapat digunakan sebagai penurun panas.
Dosis Dewasa 200-400 mg PO setiap 4-6 jam selama masih ada gejala; jangan >3,2 g/hari
Dosis Pediatrik kurang dari 16 tahun: tidak direkomendasikan karena berkaitan dengan sindrom Reye
>16 tahun: dosis sesuai dewasa
Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas; ulkus peptikum; perforasi atau perdarahan saluran cerna baru-baru ini; insufisiensi renal; risiko tinggi terjadi perdarahan
Interaksin Aspirin meningkatkan risiko efek samping AINS yang serius; probenesid dapat meningkatkan konsentrasi dan, mungkin, toksisitas; dapat menurunkan efek hidralazin, captopril, dan beta-blocker; dapat menurunkan efek diuretik dari furosemid dan thiazide; dapat meningkatkan PT pada pasien yang mendapatkan obat antikoagulan (awasi PT dan minta pasien untuk mengamati tanda-tanda perdarahan); dapat meningkatkan risiko keracunan metotreksat; dapat meningkatkan kadar fenitoin
Kehamilan D – risiko janin pada manusia; digunakan hanya jika manfaat lebih besar daripada risiko terhadap jannin
Pencegahan Hati-hati pemberian pada gagal jantung kongestif, hipertensi, serta penurunan fungsi ginjal dan hati; perhatian pada abnormalitas koagulasi darah atau selama terapi menggunakan antikoagulan
Kategori Obat: Vaksin
Agen ini menghasilkan imunisasi aktif untuk meningkatkan resistensi tehadap infeksi. Vaksin mengandung mikroorganisme yang dilemahkan atau komponen seluler, yang bekerja sebagai antigen. Pemberian vaksin akan merangsang produksi antibodi dengan unsur protektif tertentu.
Nama Obat Vaksin varicella zoster
Deskripsi Preparat strain virus varicella zoster hidup yang dilemahkan. Terbukti meningkatksn imunitas terhadap virus herpes zoster (shingles) pada pasien lansia. Mengurangi timbulnya shingles pada orang berusia >60 tahun sampai sekitar 50%. Untuk yang berusia 60-69 tahun, ia mengurangi timbulnya shingles sampai 64%. Juga dapat sedikit mengurangi nyeri dibandingkan tanpa vaksinasi pada mereka yang menderita shingles.diindikasikan sebagai pencegahan herpes zoster terhadap pasien berusia >60 tahun tanpa kontraindikasi
Dosis Dewasa kurang dari 60 tahun: belum ditentukan
> 60 tahun: mengikuti keseluruhan isi dalam vial, gunakan jarum steril dan spuit yang terpisah untuk menarik seluruh isi vial dan diberikan secara SC; pada lengan kanan atas
Dosis Pediatrik Tidak diindikasikan
Kontraindikasi Riwayat hipersensitivitas terhadap vaksin atau komponennya (misalnya gelatin, neomisin); riwayat imunodefisiensi didapat atau sekunder (misalnya leukemia, limfoma, keganasan yang mempengaruhhi sumsum tulang atau system limfatik, AIDS); terapi yang bersifat imunosupresif termasuk kortikosteroid dosis tinggi; tuberculosis aktif yang tidak diobati
Interaksin Belum ada yang dilaporkan
Kehamilan C – Risiko terhadap janin terlihat pada penelitian pada hewan, namun belum dipastikan atau belum dilakukan penelitian terhadap manusia; dapat digunakan bila manfaat lebih besar daripada risiko terhadap janin
Pencegahan Efek samping umum meliputi eritema, nyeri, pembengkakan, gatal, dan inflamasi pada daerah suntuikan; juga dapat menyebabkan sakit kepala; dapat menyebabkan ruam luas akibat vaksin atau penyakit diseminata pada penderita yang menjalani terapi imunosupresif (lihat kontraindikasi); tunda vaksinasi jika terdapat demam atau penyakit akut; jangan disuntikkan secara intravaskuler; berikan dalam 30 menit; bukan merupakan pengganti vaksin virus varicella untuk anak-anak

FOLLOW-UP
Pencegahan
•Secara teoritis, vaksin varicella yang baru diberikan akan mengurangi insidens zoster
•Saat ini sedang dikembangkan vaksin untuk mencegah herpes zoster pada individu yang sebelumnya terinfeksi virus varicella zoster
•Pasien dengan zoster dapat menularkan virusnya, menyebabkan varicella (chickenpox) pada orang yang rentan

Komplikasi
•Neuralgia postherpetik
•Gangguan mata dengan zoster fasialis
•Meningoensefalitis
•Penyebaran kutaneus
•Superinfeksi pada lesi kulit
•Hepatitis/pneumonitis
•Kelemahan motorik perifer/mielitis segmental
•Sindrom nervus kranialis, khususnya oftalmikus dan fasilis (sindrom Ramsay Hunt)
•Ulkus kornea
•Sindrom Guillain-Barre
Prognosis
•Ruam biasanay sembuh dalam 14 sampai 21 hari
•Neuralgia postherpetik didefinisikan sebagai nyeri menetap sedikitnya 1 bulan setelah rash sembuh. Insidensnya meningkat secara dramatis seiring dengan usia (yaitu 4% pada yang berusia 30-50 tahun, 50% pada pasien yang berusia >80 tahun)

LAIN-LAIN
Medical/Legal Pitfalls
•Kegagalan dalam mengenali keterlibatan nervus nasosiliaris yang ditunjukkan oleh adanya lesi pada ujung hidung; oleh karena itu gagal melakukan pemeriksaan slit-lamp dengan pewarnaan fluoresein untuk mengidentifikasi adanya lesi dendritik di kornea dari keratitis herpetik
•Kegagalan dalam memberikan antivirus untuk penderita immunocompromised
•Pemberian steroid tanpa disertai terapi berupa antivirus
Sumber:
Krause RS. Herpes zoster. www.emedicine.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar