Sabtu, 16 Oktober 2010

PENYAKIT PADA ORANG TUA

KEPERAWATAN GERONTIK I
”PENYAKIT YANG
SERING TERJADI PADA LANSIA”

Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi tubuh pun makin menurun. Tak heran bila pada usia lanjut, semakin banyak keluhan yang dilontarkan karena tubuh tak lagi mau bekerja sama dengan baik seperti kala muda dulu.
Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam suatu pelatihan di kalangan kelompok peduli lansia, menyampaikan beberapa masalah yang kerap muncul pada usia lanjut , yang disebutnya sebagai a series of I’s. Mulai dari immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh).
Sumber lain menyebutkan, penyakit utama yang menyerang lansia ialah hipertensi, gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung, diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati. Juga terdapat berbagai keadaan yang khas dan sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan, penglihatan dan pendengaran.
Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemuduran fisik, antara lain :
Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang menetap
Rambut kepala mulai memutih atau beruban
Gigi mulai lepas (ompong)
Penglihatan dan pendengaran berkurang
Mudah lelah dan mudah jatuh
Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
Disamping itu, juga terjadi kemunduran kognitif antara lain :
Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik
Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik daripada hal-hal yang baru saja terjadi
Sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
Sulit menerima ide-ide baru

MASALAH FISIK SEHARI-HARI YANG SERING DITEMUKAN PADA LANSIA
Mudah jatuh
a. Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 1996).
b. Jatuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor intrinsik: gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan sendi dan sinkope-dizziness; faktor ekstrinsik: lantai yang licin dan tidak rata, tersandung oleh benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya yang kurang terang dan sebagainya.
Mudah lelah, disebabkan oleh :
© Faktor psikologis: perasaan bosan, keletihan, depresi
© Gangguan organis: anemia, kurang vitamin, osteomalasia, dll
© Pengaruh obat: sedasi, hipnotik
Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol, penyakit metabolisme, dehidrasi, dsb
Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru, dsb
Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan jantung, gangguan sistem respiratorius, overweight, anemia
Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis, psikologis
Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi, gagal jantung, kurang vitamin B1, penyakit hati, penyakit ginjal, kelumpuhan, dsb
Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia, osteoporosis, osteoartritis, batu ginjal, dsb.
Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis, fraktur/dislokasi, saraf terjepit
Berat badan menurun karena nafsu makan menurun, gangguan saluran cerna, faktor sosio-ekonomi
Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung kemih, saluran kemih, kelainan syaraf, faktor psikologis
Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus besar, kelainan rektum
Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi lensa berkurang, katarak, glaukoma, infeksi mata
Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian menyebabkan kekacauan mental
Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik dan psikogenik (depresi, irritabilitas)
Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis, sakit gigi, dsb
Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan karena ggn sirkulasi darah lokal, ggn syaraf umum dan lokal
Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM, gagal ginjal, hepatitis kronis, alergi

KARAKTERISTIK PENYAKIT LANSIA DI INDONESIA
Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis, osteoartritis
Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina, cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia, PJK
Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia
Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas
Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker
Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson, dsb

PENYAKIT YANG SERING TERJADI PADA LANSIA
Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam suatu pelatihan di kalangan kelompok peduli lansia, menyampaikan beberapa masalah yang kerap muncul pada usia lanjut , yang disebutnya sebagai a series of I’s. Mulai dari immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh).
Selain gangguan-gangguan tersebut, Nina juga menyebut tujuh penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para lanjut usia, yaitu:
Osteo Artritis (OA)
OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan penipisan rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA merupakan penyebab utama ketidakmandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi risikonya karena trauma, penggunaan sendi berulang dan obesitas.


Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau kepadatan tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada percepatan kehilangan tulang selama dua dekade pertama setelah menopause, sedangkan tipe II adalah hilangnya masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya produksi vitamin D.
Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal jantung, dan gagal ginjal
Diabetes Mellitus
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang menjadi diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan 200 mg/dl dan kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas, pola makan yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak berkemih, mudah lelah, berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang lambat sembuh.
Dimensia
Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi intelektual dan daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari. Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi pada usia lanjut. Adanya riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit vaskular/pembuluh darah (hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Demensia juga kerap terjadi pada wanita dan individu dengan pendidikan rendah.
Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga kebingungan.
Kanker
Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel mengalami perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel yang berubah ini mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa lagi menjalankan fungsi normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa tahapan, mulai dari yang ringan sampai berubah sama sekali dari keadaan awal (kanker). Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung. Faktor resiko yang paling utama adalah usia. Dua pertiga kasus kanker terjadi di atas usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun resiko untuk timbul kanker meningkat.




ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
Pengelompokan askep dasar pada lansia
 Aktif ® support personal hygiene
 Pasif ® total care
Lansia potensial mengalami decubitus
 Penyebab: immobilisasi, defisit jaringan lemak, defisit jaringan kolagen
 Faktor intrinsic: status gizi, anemia, hipoalbuminemia, penyakit neurologik, penyakit pemb. Darah, dehidrasi
 Faktor extrinsic: kurang bersih tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor, defisit personal hygiene
Pengelompokan decubitus
® Derajat I: terbatas pada epidermis
Perawatan: bersihkan dgn air hangat dan sabun, lotion, masase 2-3 x/h, perubahan posisi
® Derajat II: mencapai dermis – subkutan
Perawatan: perawatan luka aseptik & antiseptik, gosok dgn es dan dihembus udara hangat bergantian, pengobatan topikal, dibalut
® Derajat III: meliputi jaringan lemak subkutan dan cekung, berbau
Perawatan: debridement, pertahankan sirkulasi & oksigenasi
® Derajat IV: meluas sampai ke tulang
Perawatan: debridement, perawatan luka aseptik & antiseptik, transplantasi kulit setempat (bila memungkinkan)
PENDEKATAN PERAWATAN LANSIA
1. Pendekatan fisik terdiri dari aktif – pasif
2. Pendekatan piskis menggunakan komunikasi edukatif
3. Pendekatan sosial dengan cara diskusi, sharing perception
4. Pendekatan spiritual dengan peace

TUJUAN ASKEP
1. Kemandirian yaitu health promotion, preventive, maintenance
2. Mempertahankan kesehatan
3. Mempertahankan semangat hidup (life support)
4. Menolong dan merawat klien lansia yang mengalami sakit
5. Merangsang petugas kesehatan mengenal & menegakkan diagnosa yang tepat
FOKUS ASKEP
1. Health promotion
2. Prevention disease
3. Mengoptimalkan fungsi mental
4. mengatasi gangguan kesehatan yang umum
PENGKAJIAN
Tujuan
o Menentukan kemampuan klien memelihara diri sendiri
o Melengkapi dasar-dasar rencana perawatan individu
o Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien
o Memberi waktu kepada klien untuk menjawab
Meliputi: fisik, psikologis, ekonomi, spiritual
DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Fisik
o Gangguan nutrisi : defisit/over
o Gangguan persepsi sensorik : pendengaran, penglihatan
o Defisit knowledge
o Resti cedera fisik
o Gangguan pola tidur
o Perubahan pola eliminasi
o Gangguan mobilitas fisik
 Psikologis: Isolasi sosial, Menarik diri, Depresi, Harga diri rendah, Coping tidak adekuat
 Spiritual: reaksi berkabung/berduka, penolakan terhadap proses penuaan, marah terhadap Tuhan, perasaan tidak tenang
RENCANA KEPERAWATAN
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Penyebab
 Penurunan alat penghiduan dan pengecapan
 Organ pengunyah kurang sempurna
 Rasa penuh pada perut dan susah BAB
 Melemah otot-otot lambung dan usus
Masalah gizi: berlebihan, berkurang, kekurangan/kelebihan vitamin
Kebutuhan nutrisi
 Kalori ? 2100 kal pada laki-laki, 1700 kal pada wanita
 Karbohidrat, 60% dari jumlah kalori yang dibutuhkan
 Lemak tidak dianjurkan, 15-20% dari total kalori yang dibutuhkan
 Protein 20-25% dari total protein yang dibutuhkan
 Vitamin dan mineral sama dengan usia muda
 Air 6-8 gelas/h
Rencana tindakan
a. Berikan makanan porsi kecil tapi sering
b. Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin
c. Berikan makanan yang mengandung serat
d. Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori
e. Batasi minum kopi dan teh

Peningkatan keamanan dan keselamatan
Penyebab
 Fleksibilitas kaki yang berkurang
 Fungsi penginderaan dan pendengaran yang menurun
 Pencahayaan yang berkurang
 Lantai licin dan tidak rata
 Tangga tidak ada pengaman
 Kursi/ tempat tidur yang mudah bergerak
Tindakan mencegah kecelakaan
a. Klien :
~ Anjurkan klien menggunakan alat bantu (sesuai indikasi)
~ Latih untuk pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya
~ Biasakan gunakan pengaman tempat tidur, jika tidur
~ Bantu klien bila ke kamar mandi
~ Usahakan ada yang menemani ketika berpergian
b. Lingkungan :
~ Tempatkan di tempat khusus yang mudah diobservasi
~ Letakkan bel di bawah bantal & ajarkan cara menggunakannya
~ Tempat tidur tidak terlalu tinggi
~ Letakkan meja dekat tempat tidur, atur peralatan mudah pakai
~ Lantai bersih, rata, tidak licin dan basah serta pasang pegangan kamar Mandi
~ Kunci semua peralatan yang menggunakan roda
~ Hindarkan lampu redup dan menyilaukan
~ Gunakan sandal atau sepatu yang beralaskan karet

Memelihara kebersihan diri
Penyebab
Penurunan daya ingat
Kurangnya motivasi
Kelemahan dan ketidak mampuan fisik
Rencana tindakan
a. Mengingatkan/membantu melakukan personal hygiene
b. Menganjurkan gunakan sabun lunak mengandung minyak/skin lotion

Memelihara keseimbangan istirahat/tidur
Penyebab
Personal hygiene kurang ® gatal-gatal
Ggn psikologis®insomsia
Faktor lingkungan ®kebisingan, ventilasi dan sirkulasi Kelemahan dan ketidakmampuan fisik
Rencana tindakan
a. Menyediakan tempat/ waktu tidur yang nyaman
b. Mengatur lingkungan yang adekuat
c. Latihan fisik ringan memperlancar sirkulasi dan melenturkan otot
d. Minum hangat sebelum tidur

Meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi
1. Penyebab
® daya ingat menurun, depresi, lekas marah, mudah tersinggung dan curiga
2. Rencana tindakan :
a. Berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata
b. Mengingatkan terhadap kegiatan yang akan dilakukan
c. Menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan klien
d. Memberi kesempatan untuk mengekspresikan diri
e. Melibatkan klien dalam kegiatan sesuai kemampuan
f. Menghargai pendapat klien

TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Menumbuhkan dan membina rasa saling percaya
2. Penerangan cukup
3. Meningkatkan ransangan panca indera ® membaca, rekreasi
4. Mempertahankan dan latih daya orientasi nyata®kalender, jam
5. Berikan perawatan sirkulasi
6. Berikan perawatan pernafasan
7. Berikan perawatan pada alat pencernaan
Berikan perawatan genitourinaria
Berikan perawatan kulit

Daftar Pustaka
Darmojo, Boedhi,et al.2000.Beberapa masalah penyakit pada Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Lueckenotte. 1997. Pengkajian Gerontologi edisi 2.EGC: Jakarta

www.google.com. Keyword: Penyakit yang Sering Muncul pada Lansia. Diakses tanggal 12 September 2009 pukul 12.16 WIB

demensia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis atau progresif di mana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar, kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului, oleh kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular, dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006)
Menurut data Asia Pasifik tahun 2006, jumlah orang yang menderita demensia di wilayah Asia Pasifik pada 2025 diperkirakan meningkat lebih dari dua kali lipat dan peningkatan ini akan lebih cepat dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara barat. Sementara di dunia, pada tahun 2040 jumlah penderita demensia diperkirakan menjadi sekitar 80 juta orang. (Demensia di kawasan asia pasifik, 2006)
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya. (…………..)
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut. Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50 tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al. 2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya hidup sehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003).

B. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah seminar klinis dengan memfokuskan pada salah satu topik klinis yaitu demensia.

BAB II
ISI

A. Definisi
Menurut Emil Kraepelin (1856-1926), seorang psikiatri Jerman pada tahun 1893. Kraepelin menyebutkannya dengan istilah “dementia praecox”. Istilah dementia praecox berasal dari bahasa Latin “dementis” dan “precocious”, mengacu pada situasi dimana seseorang mengalami kehilangan atau kerusakan kemampuan-kemampuan mentalnya sejak dini. Menurut Kraepelin, “dementia praecox” merupakan proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam tubuh. Dementia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran, perasaan, dan tingkah laku. Menurut orang awam istilah ini disebut suatu kepikunan yaitu istilah deskripsi umum bagi kemunduran kemampuan intelektual hingga ke titik yang melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan. Demensia terjadi secara sangat perlahan selama bertahun-tahun; kelemahan kognitif dan behavioral yang hampir tidak terlihat dapat dideteksi jauh sebelum orang yang bersangkutan menunjukkan hendaya yang jelas (Small dalam Davison dkk, 2006). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Pudjonarko (2010) bahwa demensia sering dianggap proses yang normal pada orang tua, karena merupakan proses penuaan karena Lansia selain mengalami kemunduran fisik juga sering mengalami kemunduran fungsi intelektual. Sedangkan menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.

Dalam Durand dan Barlow (2006) demensia adalah onset-gradual fungsi otak yang melibatkan kehilangan ingatan, ketidakmampuan mengenali berbagai objek atau wajah, dan kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak. Keadaan ini berhubungan dengan frustasi dan kehilangan semangat. Menurut WHO dalam Clinical Deskriptions and Diagnostic Guidelines for Mental and Behavioural Disorders dan International Classification of Diseases (10th Revision) (ICD-10) (2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada diantaranya:
1. Kemunduran kemampuan intelektual terutama memori yang sampai menganggu aktivitas-aktivitas keseharian sehingga menjadikan penderita sulit bahkan tidak mungkin untuk hidup secara mandiri.
2. Mengalami kemunduran dalam berfikir, merencanakan dan mengorganisasikan hal-hal dari hari ke hari.
3. Awalnya, mengalami kesulitan menyebutkan nama-nama benda, orientasi waktu, tempat.
4. Kemunduran pengontrolan emosi, motivasi, perubahan dalam perilaku sosial yang tampak dalam kelabilan emosi, ketidak mampuan melakukan ritual keseharian, apatis (tidak peduli) terhadap perilaku sosial seperti makan, berpakaian dan interaksi dengan orang lain.
Ada bermacam-macam jenis demensia, menurut Durland dan Barlow (2006) ada lima golongan demensia berdasarkan etiologinya yang telah didefinisikan yaitu : (1) demensia tipe Alzheimer, (2) demensia vaskular, (3) demensia larena kondisi medis umum, (4) demensia menetap yang diinduksi oleh substansi tertentu, dan (5) demensia karena etiologi ganda/multiple, (6) demensia yang tak tergolongkan.
Demensia Alzheimer adalah demensia yang paling banyak terjadi dan dicirikan oleh kemunduran intelektual yang progresif. Faktor risiko utama adalah usia yang lanjut, keturunan dan trauma kepala.
Demensia vaskuler (multi infrak) adalah demensia kedua yang banyak terjdai setelah demensia Alzheimer. Demensia vaskuler seringkali dicirikan oleh adanya tanda dan gejala tertentu seperti kemunduran yang bertahap (step-wise), riwayat sroke atau hipertensi, bukti adanya aterosklerosis, gejala neurologis fokal, dan emosi stabil.
B. Sebab-Sebab
1. Penyebab secara biologis
a. Adanya penumpukan protein yang lengket yang disebut anyloid plauques yang berakumulasi di otak pada penderita demensia. Plak amiloid juga ditemukan pada lansia yang tidak memiliki gejala-gejala demensia, tetapi juga dalam jumlah yang jauh lebih sedikit (Bourgeois dkk dalam Durand dan Barlow, 2006)
b. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi. Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak.
c. Penyebab yang lain dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-turut.Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Demensia yang berasal dari stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
d. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau cardiac arrest. Penyebab lain dari demensia adalah penyakit parkinson, penyakit pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan nurtrisi, keracunan metabolism, diabetes.
e. Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja masalah kerusakan cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari setengah penderita yang meninggal karena demensia senile mengalami penyakit Alzheimer jenis ini. Pada kebanyakan penderita, besar kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah yang ventrikel dan sulkus jauh lebih besar dibandingkan yang normal yang seukuran usia tersebut. Demielinasi dan peningkatan kandungan air pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam beberapa daerah lain di bagian dalam hemifsfer serebrum pad penderita manula (http://www.scrib.com/doc/24799498/DEMENSIA).
f. Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela (4) kromosom 19 pada penderita Alzheimer familial/sporadic. Mutasi 21,1, 14 awal penyakit. Penyebab lainnya yaitu neorotransmiter lain yang berkurang (defisit) yaitu non adrenergic presinaptik, serotonin, somatostatin, corticotrophin, releasing faktor, glutamate, dll.

2. Penyebab secara psikologis
Penderita yang mengalami depresi memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami demensia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian oleh Epidemiological Pathways Follow-Up Study yang dilakukan selama lima tahun pasien yang sudah di diagnosis menderita demensia dikeluarkan dari penelitian ini (……)
Selama periode lima tahun 36 dari 445, atau 7.9 persen dari pasien diabetes dengan depresi berat didiagnosis dengan demensia. Di antara 3.382 pasien dengan diabetes saja, 163 atau 4,8 persen mengembangkan gejala demensia. Para peneliti menemukan hasil bahwa depresi berat dengan diabetes mengalami peningkatan 2.7 kali lipat untuk mengalami demensia, dibanding dengan pasien diabetes tanpa mengalami depresi berat.
Depresi meningkatkan risiko demensia, karena kelainan biologis afektif ini berhubungan dengan penyakit, termasuk tingginya kadar hormon stres kortisol, atau masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi jantung, pembekuan darah. Selain itu faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko demensia karena perilaku umum dalam kondisi seperti merokok, makan berlebihan, kurang olahraga, dan kesulitan dalam mengikuti rejimen pengobatan dan perawatan.

3. Penyebab secara sosial
Gaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor-faktor yang dapat menyebabkan demensia, misalnya penyalahan substansi yang dapat mengakibatkan demensia. Gaya hidup seperti diet, olahraga, dan stres mempengaruhi penyakit kardiovaskuler dan dapat membantu menentukan siapa saja yang akan mengalami demensia vaskuler. Gaya hidup yang sehat seperti diet, olahraga dan kontrol terhadap makanan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler. Sedangkan gaya hidup yang tidak sehat seperti stres, tidak mengontrol makanan, jarang berolahraga dapat meningkatkan risiko terkena stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler.
Faktor-faktor kultural juga dapat memengaruhi seseorang mengalami demensia. Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol di kalangan orang-orang Afrika-Amerika dan orang-orang Asia-Amerika tertentu (Cruickshank dan Beevers dalam Durand dan Barlow, 2006), yang menjelaskan mengapa demensia vaskular lebih sering dialami oleh kelompok ini. Hal ini terjadi akibat gaya hidup yang kurang sehat seperti dikalangan orang-orang Afrika-Amerika yang sering mengkonsumsi alkohol dan makanan-makanan cepat saji dan berpengawet yang meningkatkan risiko terkena hieprtensi dan stroke yang menyebabkan demensia varskuler ( de la Monte, et all dalam Durand dan Barlow, 2006).

4. Penyebab secara spiritual
Q.S An-Nahl: 70, Q.S Al-Hajj:5 , Q.S Yassin:68 yang menjelaskan bahwa seorang manusia dapat bertambah umurnya akan mengalami penurunan ingatan yang dapat menyebabkan umurnya akan mengalami penurunan ingatan yang dapat menyebabkan pikun atau lupa.
Berkaitan dengan ini Ibnu Khaldun mengungkapkan bahwa akal memiliki fungsi yaitu kerja otak baik kognitif maupun imajinatif dan dengan jelas tersirat dan tersurat pada Al-qur’an (QS. Al’anfal:8 dan Al’A’raf: 9). Sebagaimana fungsi akal adalah tempat untuk berfikir maka manusia haruslah menggunakan apa yang telah diberikan Allah dengan optimal yaitu untuk mentafakkuri dan mentadabburi ayat-ayat Allah baik yang tertulis dalam Al-Qur’an maupun di alam semesta. Jika akal manusia tidak digunakan dengan semestinya maka akal tersebut akan kehilangan fungsinya “otak berfikir”, selanjutnya diambil alih oleh otak binatang yang dicirikan oleh nafsu tak terkendali yang bersifat kepemilikan dan seksualitas. Hal yang serupapun dikemukakan oleh ahli neorologi bahwa fungsi otak akan semakin menurun ketika sedikit mendapatkan stimulasi, saat hal tersebut terjadi maka neuron-neuron dalam otak akan semakin melemah dan mati sehingga akan memicu gangguan fungsi kognitif yang cukup signifikan. Jika otak berfikir “mati” maka fungsi-fungsi kognisi manusia seperti; bahasa dan memori kognitif akan rusak dan kehilangan kemampuan berfikir terutama kalkulasi bahasa dan matematis logis dan kesulitan untuk memberikan respon atas setiap stimulus yang masuk (Hasanuddin, 2010).

C. Pendekatan Menurut Aliran-aliran
1. Sudut pandang behaviorisme
Demensia dapat disebabkan oleh salah satunya adalah penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol, seseorang yang menggunakan obat-obatan selain memiliki faktor internal, juga memeiliki faktor eksternal untuk mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan alkohol. Misalnya saja stress dalam menjalani persoalaan hidup, kemudian ia memutuskan untuk mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol setelah ia melihat teman-teman yang mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol (lingkungannya merupakan lingkungan dengan orang-orang yang sering mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol). Sehingga ia mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol untuk menghilangkasn stresnya, hal inilah yang akan menyebabkan ia dapat mengalami demensia.
2. Sudut pandang Neuropsikologi
Pendekatan ini memandang bahwa demensia terjadi karena adanya kesalahan dalam menggunakan fungsi otak. Terkait hal ini, jika short term memory tidak digunakan secara optimal, maka fungsi rehearsal pada long term memorypun akan terganggu akibat akumulasi dari tindakan yang tidak benar. Selain itu, ditinjau dari stuktur otak itu sendiri lama-kelamaan sel neuron yang ada di otak akan melemah dan akhirnya mati karena kurangnya pemberian stimulus. Jika hal ini dibiarkan berkepanjangan maka potensi seseorang mengalami demensia akan lebih tinggi.
3. Sudut pandang kognitif
Menurut sudut pandang ini, orang yang mengalami demensia bisa disebabkan karena stigma berfikir yang salah yaitu menganggap sesuatu ‘’lupa” bahkan “pikun” adalah hal yang wajar karena disebabkan oleh faktor usia. Terkait ini seseorang tidak berusaha untuk menjaga memori yang dimilikinya atau sekedar melakukan senam otak. Kecenderungan manusia untuk malas berfikir misal melakukan hitungan sederhana tanpa menggunakan kalkulator inilah salah satu faktor yang turut mempengaruhi kelemahan otak untuk berfikir.
4. Sudut pandang psikologi islami
Berdasarkan tinjauan dari Al Qur’an, manusia dibekali kelebihan untuk berpikir dimana hal tersebut terletak pada fungsi otak itu sendiri. Bahkan Allah menjelaskan kedudukan manusia yang tidak mau menggunakan otaknya untuk berfikir lebih rendah dari binatang ternak. (QS. Al A’araf: 7: 179). Penjelasan dari binatang ternak disini adalah sebuah kiasan yang bisa diinterpretasikan dengan kemampuan berfikir manusia yang tidak manusiawi (mengutamakan nafsu biologis semata), kemampuan berfikir manusia yang sudah tidak logis, sistematis, disorientasi, bahkan kemunduran intelektual. Dengan demikian sudah disinggung dalam Al-Qur’an bahwa otak yang telah diberikan Allah SWT harus digunakan secara optimal.

D. Gejala
Gejala-gejala klinis demensia menurut Yatim (2003) meliputi:
1. Hilang atau menurunnya daya ingat serta penurunan intelektual.
2. Kadang-kadang gejala ini begitu ringan hingga luput dari perhatian pemeriksa bahkan dokter ahli yang berpengalaman sekalipun.
3. Penderita kurang perhatian terhadap sesuatu yang merupakan kejadian sehari-hari dan tidak mampu berfikir jernih atas kejadian yang di hadapi sehari-hari, kurang inisiatif, serta mudah tersinggung.
4. Kurang perhatian dalam berfikir.
5. Emosi yang mudah berubah-ubah terlihat dari mudahnya gembira, tertawa terbahak-bahak lalu tiba-tiba sedih berurai air mata hanya karena sedikit pengaruh lain.
6. Muncul refleks sebagai tanda regresi (kemunduran kualitas fungsi seperti: refleks mengisap, rrefleks memegang, dan refleks glabella).
7. Banyak perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka terlihat dalam bentuk lain yang dikaburkan oleh gejala penyakit syaraf.
Pada gejala klinis usia lanjut telihat dari penurunan perkembangan pemahaman yang terlihat sebagai berikut:
1. Penurunan daya ingat.
2. Salah satu gangguan pengamatan:
a. Aphasia (kurang lancar berbahasa).
b. Apraxia (tidak ada kemauan).
c. Agnosia (kurang mampu merasakan rangsangan bau, penciuman dan rasa).
3. Penurunan pengamatan timbul secara bertahap dan terus menurus dari waktu ke waktu sehingga menggangu kerja dan hubungan masyarakat.
E. Onset
Onset muda demensia menunjuk kepada mereka yang mengembangkan demensia sebelum usia 65 (previosly disebut 'pra-pikun' demensia); onset akhir demensia mulai menunjuk kepada mereka yang mengembangkan penyakit setelah berusia lebih dari 65 ('pikun' demensia).
Perbedaan antara awal dan akhir penyakit onset klinis masih memiliki utilitas karena etiologi dan ciri-ciri orang dengan demensia berbeda antara onset muda dan onset akhir, dan orang-orang dengan demensia diperkirakan membutuhkan pendekatan yang berbeda. AD (Alzheimer Dieases) menyumbang sekitar 60% dari semua kasus; penyebab umum lainnya pada orang tua termasuk penyakit serebrovaskular (demensia vaskular (VAD)) dan demensia dengan badan Lewy (DLB) akuntansi selama 15-20% dari kasus masing-masing. Dalam kasus young onset, frontotemporal dementia (FTD) juga merupakan penyebab terbesar ke dua setelah Alzheimer diaeses.
Penyebab demensia lainnya termasuk penyakit degeneratif lainnya (misalnya, penyakit hungtington), penyakit prion (penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD)) HIV dan beberapa beracun dan gangguan metabolisme (misalnya, alkohol yang berhubungan dengan demensia). Demensia juga berkembang antara 30-70% dari orang-orang dengan penyakit parkinson, namun tergantung pada durasi dan usia (the british psychology & Gaskell. 2007)

F. Prevalensi
Alzheimer’s Disease International (ADI) 2008 memperkirakan bahwa ada sekitar 30 juta jiwa di dunia yang mengalami demensia dengan 4,6 juta yang memiliki kasus-kasus baru disetiap tahunnya. Jumlahnya akan meningkat lebih dari 100 juta jiwa pada tahun 2050. Perkiraan ini diperoleh berdasarkan penelitian pada populasi terperinci terhadap prevelensi demensia di Negara-negara yang berbeda.
Tabel 1: rata-rata kemunculan dan prevalensi demensia berdasarkan penelitian orang eropa di Negara maju

Kelompok usia Kemunculan tahunan per 100
Laki-laki – Perempuan Prevalensi (%)
Laki-laki - Perempuan
60-64
65-69
70-74
75-79
80-84
85-89
90+ 0.2 0.2
0.2 0.3
0.6 0.5
1.4 1.8
2.8 3.4
3.9 5.4
4.0 8.2 0.4 0.4
1.6 1.0
2.9 3.1
5.6 6.0
11.0 12.6
12.8 20.2
22.10 30.8
Prevalensi yang ditunjukkan pada laki-laki dan perempuan kedua-duanya meningkat tiap 5 tahunnya setelah usia 65 tahun. Demensia kebanyakan merupakan penyakit orang tua, tetapi 2 % darinya dialami oleh orang-orang di bawah usia 65 tahun. Sedangkan pada Negara berkembang jumlah orang-orang tua akan meningkat 200% dibandingkan pada Negara maju pada tahun 2020. Pada prevalensi baru yang dipublikasikan tahun 2008 mengungkapkan bahwa penaksiran yang dipaparkan mengarah kepada penaksiran yang terlalu rendah pada prevalensi dan jumlah orang-orang yang mengalami demensia pada negara maju.
Table 2: Perkiraan consensus ADI terhadap prevalensi demensia (%) oleh Negara-negara WHO dan kelompok usia. A= Negara dengan tingkat mortalitas paling rendah ; E= Negara-negara dengan tingkat mortalitas paling tinggi (2008).


WHO region Description 60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85+
EURO (A) W Eropa 0.9 1.5 3.6 6.0 2.2 24.8
EURO (B) E Eropa 0.9 1.3 3.2 5.8 12.2 24.7
EURO (C) E Eropa 0.9 1.3 3.2 5.8 11.8 24.5
AMRO (A) N Amerika 0.8 1.7 3.3 6.5 12.8 30.1
AMRO (D) S Amerika 0.8 1.7 3.4 7.6 14.8 33.2
AMRO (C) S Amerika 0.7 1.5 2.8 6.2 11.1 28.1
EMRO (B) Timur Tengah 0.9 1.8 3.5 6.6 13.6 25.5
EMRO (D) N Africa, Timur Tengah 1.2 1.9 3.9 6.6 13.9 23.5
WPRO (A) Jepang, Australia 0.6 1.4 2.6 4.7 10.4 22.1
WPRO (B) Cina dan Negara-negara tetangga 0.6 1.7 3.7 7.0 14.4 26.2
SEARO (B) Indonesia, Srilangka, Thailand 1.0 1.7 3.4 5.7 10.8 17.6
SEARO (D) India dan Negara-negara tetangga 0.4 0.9 1.8 3.7 7.2 14.4
AFRO (D) Bagian gurun sahara Afrika 0.3 0.6 1.3 2.3 4.3 9.7
AFRO (E) Bagian gurun sahara Afrika 0.5 1.0 1.9 3.8 7.0 14.9

Dari hasil data epidemiologi mengungkapkan bahwa prevalensi terhadap kecenderungan demensia pada negara berkembang lebih rendah dibanding pada Negara maju (lihat. Tabel 2). Perbedaan ini bisa disebabkan karena kemampuan survive orang-orang yang berada di Negara berkembang lebih rendah dari pada orang-orang yang ada pada Negara maju. Alasan-alasanya adalah karena adanya perbedaan budaya dalam hal ini demensia ringan sering diabaikan dan deteksi dini terhadap faktor risiko yang rendah seperti merokok dan penyakit kardiovaskular. Selain itu juga pada negara miskin, hanya sedikit orang-orangnya yang mampu bertahan hidup sampai usia 65 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa bentuk-bentuk ketidak normalan dan tingkat mortalitaspun terjadi pada negara maju. Sehingga pertanyaannya adalah akankah prevalensi demensia mengarah pada beban yang semakin meningkat pada negara yang lebih miskin. Meskipun sekarang tampak bahwa orang-orang dengan gangguan demensia hidup pada negara-negara berkembang yaitu 60% pada tahun 2001 dan eningkat 71% di tahun 2040.
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa meningkatnya usia harapan hidup akan meningkatkan pula populasi demensia. Pengaruh lain dari meningkatnya usia harapan hidup adalah meningkat pula penyakit kardiovakuler antara lain stroke yang  meningkat pada usia 65 tahun dan telah diketahui dan disepakati sebagai penyebab demensia vaskuler.
G. Terapi
Hasil dari consensus epidemiologi di atas menyatakan bahwa prosentase untuk prevalensi orang yang mengalami demensia semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga perlu diupayakan tindakan-tindakan promotif, preventif maupun kuratif. Baik bagi mereka tanpa masalah maupun yang sudah bermasalah sesuai dengan yang sudah dibahas di atas.
Penanganan yang bisa dilakukan:
a. Farmakologis (dengan obat): hal ini perlu pemeriksaan dan pertimbangan secara individual.
b. Non-Farmakologis (tanpa obat): hal ini bisa dilakukan oleh semua warga senior tanpa ada pertimbangan baik sebagai upaya promotif, prefentif maupun kuratif.
Penanganan secara farmakologis yang dilakukan (Yatim, 2003) diantaranya:
a. Mengobati penyakit-penyakit yang memperberat kejadian demensia.
b. Mengobati gejala-geja gangguan jiwa yang mungkin menyertai demensia.
c. Mengatasi masalah penyimpangan perilaku dengan obat-obat penenang (tranzquillizer dan hypnotic) serta memberikan obat-obatan anti kejang bila perlu.
d. Intervensi lain yaitu dengan antipsykotics, Anxiiolitycs, Selegiline, Antimanic drugs,Acetlcholinesterase inhibit ( Gaskel, 2007)
Konsep penanganan Non-farmakologis bisa menggunakan rekreasi terapeutik. Konsep ini bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan kebutuhan psikososial warga senior serta bertujuan meningkatkan dan mempertahankan kepercayaan diri, motivasi, mobilitas tantangan, interaksi sosial dan kebugaran mental.
Aktivitas-aktivitas yang memiliki dampak terapeutik (Kusumoputro & Sidiarto,2006) diantaranya:
1. Reminisensi
2. Orientasi realitas
3. Stimulasi kognitif
4. Stimulasi sensorik
5. Stimulasi fisik (berupa gerak dan latihan otak, GLO)
Pelaksanaan program dilakukan dengan jumlah peserta yang tidak terlampau banyak, dipimpin seorang koordinator yang memahami konsep ini. Peserta harus dalam kelompok kebersamaan.
Aktivitas reminisensi dilakukan dengan berbincang-bincang mengenai masalah yang lampau, mengingat kembali masa lampaunya dengan memori episodik (materi tentang waktu dan tempat kejadian). Dengan mengaktifkan memori episodik yang naratif, imajinatif dan emosional akan meningkatkan daya ingat kembali. Bersamaan dengan aktivitas tersebut juga dilakukan aktivitas orientasi nyata dengan mengingatkan lokasi, waktu dan perang orang-orang di masa lampau.
Sebagai aktivitas rekreasi terapeutik ini juga dilakukan stimulasi kognitif disebut juga memory training, memory retraining atau cognitive rehabilitation. Aktivitas ini perlu ditambah dengan aktivitas fisik seperti senam ataupun menurut selera masing-masing. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kerja jantung dan paru untuk mengalirkan darah yang penuh oksigen ke bagian-bagian tubuh terutama otak selain itu juga memiliki tujuan renovasi sel tubuh. Berbagai hal yang disebutkan tadi juga menguntungkan bagi kondisi klinis prademensia seperti mild cognitive impairment, MCI dan vascular cognitive impairment, VCI serta kondisi klinis demensia vaskuler dan Alzeimer.
Dalam jurnal yang meniliti melalui efek dari terapi musik terhadap lansia penderita demensia (Wall, & Duffy, 2010 ). Dalam jurnal tersebut dijelaskan melalui kebiasaan mendengarkan music walaupun secara singkat akan sangat bermanfaat untuk melatih ingatan para lansia penderitanya. Tingkat kegelisahannya pun akan menurun, termasuk perilaku agresif verbal maupun non-verbalnya.
Terapi lain dengan pendekatan psikososial adalah :
1. Care giver : mengoptimalkan kemampuan yang masih ada
2. Mengurangi perilaku sulit
3. Menjaga keselamatannya
4. Memperbaiki kualitas hidup
5. Mengurangi stres terhadap care giver
6. Memberi kepuasaan kepada care giver

H. Prevensi
Untuk deteksi dini terhadap gangguan demensia, tentunya kita harus memahami terlebih dahulu fungsi kognitif pada dementia syndrome yang berbeda dari proses normal penuaan. Strategi-strategi yang mungkin bisa mencegah terhadap demensia diantaranya:
a. Mengetahui faktor-faktor risiko pada demensia dan sub tipe-tipenya.
b. Perluasan pengetahuan seperti mengetahui faktor-faktor risiko yang bisa dimodifikasi
c. Tanda bahwa modifikasi (merubah) faktor risiko untuk mengurangi kemunculan demensia.
Beberapa faktor risiko yang bisa diminimalisir atau memiliki potensi modifiable:
a. Pengkonsumsian alkohol.
b. Smoking.
c. Obesitas.
d. Hipertensi.
e. Hyperkolesteroaemia (kadar kolesrterol yang melebihi 239 mg/mL dalam darah) terjadi akibat adanya akumulasi kolesterol dan lipid pada dinding pembuluh darah.
f. Luka kepala.
g. Tingkat rendahnya folat dan meningkatnya homocysteine.
h. Depresi.
Sedangkan faktor risiko demensia yang tidak bisa dilakukan modifikasi:
a. Bertambahnya usia.
b. Gen.
c. Jenis kelamin.
d. Memiliki learning disability (kesulitan belajar).
Terapi penggantian estrogen bisa dilakukan, hal ini berhubungan dengan penurunan risiko demensia tipe Alzheirmer di kalangan perempuan (Shepherd dalam Durand dan Barlow, 2006). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penanganan yang baik terhadap hipertensi sistolik juga mengurangi risiko demensia (Clarke dalam Durand dan Barlow, 2006). Karena kemungkinan perannya dalam perkembangan demensia, penanganan dan pencegahan yang baik terhadap stroke mestinya mengurangi demensia yang terkait dengan penyakit serebrovaskular. Upaya-upaya keselamatan yang menyebabkan perluasan reduksi trauma kepala dan paparan neurotoksin mungkin juga ikut membantu usaha ini.

I. Kualitas Hidup
Penderita demensia sering terbangun dari tidur malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Selain itu juga penderita demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain, misalkan mereka tiba-tiba menyalakan kompor dan meninggalkan begitu saja, merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau malah mengelami kecelakaan, atau juga menggunakan pakaiain berlapis-lapis pada suhu yang panas. Penderita demensia rentan juga terhadap depresi dan frustasi akibat ketidakmampuannya melakukan tugas sehari-hari.
Dukungan- dukungan yang bisa diberikan untuk membantu penderita demensia:
a. Pelajari lebih dalam tentang demensia.
b. Curahkan kasih sayang  dan berusaha untuk tenang dan sabar dalam menghadapi penderita.
c. Berusaha memahami apa yang dirasakan penderita.
d. Perlakukan penderita demensia sebagaimana biasa, tetap hormati dan usahakan untuk tidak berdebat dengan penderita.
e. Bantu penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang lambat laun akan mengalami penurunan. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
f. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
g. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.
J. Ayat Al-Qur’an
Beberapa dalil Al-Qur’an yang berkaitan mengenai demensia antaranya:
Q.S An Nahl ayat 70
“Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”

Q.S Al Hajj ayat 5
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.”

Q.S Yaa Siin ayat 68
“Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya) . Maka apakah mereka tidak memikirkan?”

“Bacalah dengan nama TuhanMu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dan TuhanMulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (Q.S. Al-Alaq: 1-5).
Dalam ayat ini terkandung makna akan pentingnya membaca, maksud membaca disini bukanlah hanya membaca buku cetak akan tetapi juga membaca “buku” alam semesta (ayat-ayat kauniyyah) dengan merenungi dan berfikir tentangnya. Di sisi lain selain membaca bisa menambahkan ilmu pengetahuan, membaca juga memberikan manfaat bisa terhindar dari penyakit demensia. Menurut penelitian Coffey menyatakan bahwa dengan membaca, seseorang bisa menciptakan semacam lapisan penyangga yang melindungi dan mengganti rugi perubahan otak. Hal ini dibuktikan dengan meneliti struktur otak 320 orang berusia 66-99 tahun yang terkena demensia.

BAB III

A. Kesimpulan
Para ahli sepakat mendefinisikan demensia sebagai gangguan fungsi kognitif berupa kemunduran kemampuan intelektual hingga ke titik yang melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh faktor biopsikososioreligi. Prevalensi yang mengalami gangguan ini selalu meningkat tiap 5 tahunnya dan negara-negara maju memiliki potensi prevalensi yang lebih tinggi mengalami demensia dibandingkan negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan karena negara maju memiliki harapan hidup yang lebih tinggi dibanding negara berkembang. Onset orang yang mengalami gangguan ini cenderung pada orang-orang di atas usia 65 tahun, akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika seseorang bisa mengalami demensia saat berusia masih muda. Terapi-terapi yang dilakukan bisa berupa terapi farmakologis dan terapi non farmakologis. Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan adalah dukungan dari keluarga, manipulasi lingkungan dan penanganan pasien (berupa latihan & rehabilitasi). Pada kenyataannya sebagian besar demensia ini dapat dicegah atau diobati karena bersifat reversible atau potensial reversible bila terdeteksi dini dan dilakukan penatalaksanaan yang tepat.
B. Saran
untuk penulis selanjutnya seharusnya lebih menjabarkan bagian-bagian dari demensia (sub tipe-tipenya) kemudian perbedaan gejala-gejala dari sub tipe-tipe tersebut.

demnsia vaskuler

DEMENSIA VASKULER

PENDAHULUAN

Penyakit vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer. Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani, dengan peningkatan kewaspadaan dan pengendalian faktor-faktor vaskuler , sehingga insidensi demensia dapat diturunkan1. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari penyakit vaskuler ini. Beberapa penelitian di Amerika melaporkan adanya gambaran insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan telah dapat mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang berhubungan2.

Pada akhir abad ke-19, Otto Biswanger dan Alois Alzheimer meneliti tentang hubungan antara patologi vaskuler dan pengurangan kemampuan kognisi. Tujuh puluh tahun kemudian, Tomlisson dan Blessed melengkapi dengan penelitian yang lebih sistematik yang menunjukkan hubungan antara patologi vaskuler dengan demensia. Pada tahun 1974, Hachinski mengenalkan istilah multi-infark dementia ( MID ) untuk menekankan bahawa demensia adalah berhubungan dengan infark pembuluh darah otak baik pembuluh besar maupun kecil. Kemudian peneliti-peneliti menggunakan istilah vascular dementia (VaD) yang membantu para dokter untuk mempertimbangkan berbagai patologi vaskuler termasuk perdarahan, yang dapat menyebabkan demensia. Baru-baru ini para peneliti mengenalkan isitlah vascular cognitive impairment (VCI) dengan tujuan untuk meluaskan konsep lebih lanjut. Dimaksudkan bahwa penyakit vaskuler dapat menyebabkan suatu defisit kognisi dari skala ringan sampai berat, dan pengenalan dini dari defisit tersebut membantu klinisi untuk mengintervensi sebelum demesia terjadi1.

Insidensi dan prevalensi VaD yang dilaporkan berbeda-beda menurut populasi studi, metode pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan periode waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler memberi kontribusi 10 % - 20 % dari semua kasus demensia3. Data dari negara-negara Eropa dilaporkan prevalensi 1,6% pada kelompok usia lebih dari 65 tahun dengan insidensi 3,4 tiap 1000 orang per tahun. Penelitian di Lundby di Swedia memperlihatkan angka resiko terkena VaD sepanjang hidup 34,5% pada pria dan 19.4% pada wanita bila semua tingkatan gangguan kognisi dimasukkan dalam perhitungan4.Sudah lama diketahui bahwa defisit kognisi dapat terjadi setelah serangan stroke. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa demensia terjadi pada rata-rata seperempat hingga sepertiga dari kasus-kasus stroke5.

Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun6.

Penelitian akhir-akhir ini juga membuktikan adanya hubungan antara suatu faktor genetik apolipoprotein €E4 dengan kerusakan vaskuler dan juga penyakit serebrovaskuler. DeCarli et. al menemukan bahwa peningkatan ApoE4 pada pasien-pasien kardiovaskuler dan juga pada pasien-pasien stroke. ApoE4 akan menyebabkan perubahan level kolesterol serum dan LDL. ApoE4 ini juga memainkan peran dalam pembentukan arterosklerosis7. ApoE4 akan membantu hemostasis dari kolesterol, dan ini merupakan komponen dari kilomikron, VLDL, dan produk degradasi mereka. Beberapa reseptor di hati mengenali ApoE, termasuk reseptor LDL, Reseptor LDL yang terikat protein , dan reseptor VLDL8. Penelitian yang dilakukan oleh DeLeewu et. al menyimpulkan bahwa pasien dengan ApoE4 adalah beresiko tinggi terhadap lesi di substansia alba apabila ia juga menderita hipertensi9. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan Kokobu et al, melaporkan adanya hubungan antara ApoE4 dengan perdarahan subarachnoid. Hal ini membuat dugaan bahwa ApoE4 memainkan peran dalam respon terhadap trauma sistem saraf pusat 10.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kajian yang mendalam tentang demensia vaskuler secara komprehensif. Diharapkan dapat meberikan pengetahuan patologi dan patofisiologi, faktor resiko, kriteria diagnosis, pemeriksaan dan pencegahan penyakit akan membantu para klinisi dalam menegakkan diagnosis terhadap pasien-pasien demensia vaskuler sehingga manajemen akan lebih terarah dan terukur.

PEMBAHASAN

1.1.DefinisiDemensia adalah suatu sindroma penurunan progresif kemampuan intelektual yang menyebabkan kemunduran kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial pekerjaan, dan aktivitas harian.Demensia Vaskuler (VaD) merupakan suatu kelompok kondisi heterogen yang meliputi semua sindroma demensia akibat iskemik, perdarahan, anoksik atau hipoksik otak dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus dengan gangguan memori yang menonjol4. Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :
1. VaD paska stroke yang mencakup demensia infark strategis, demensia multi-infark, dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).
Sedangkan pembagian VaD secara klinis adalah sebagai berikut :
1. VaD pasca stroke
Demensia infark strategis : lesi di girus angularis, thalamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterior, dan arteri serebri anterior.
Multiple Infark Dementia (MID)
Perdarahan intraserebral
2. VaD subkortikal
Lesi iskemik substansia alb
Infark lakuner subkortikal
Infark non-lakuner subkortikal
3. VaD tipe campuran Alzheimer Disease dan Cerebrovascular Disease.
1.2. Patologi dan PatofisologiPatologi dari penyakit vaskuler dan perubahan-perubahan kognisi telah diteliti. Berbagai perubahan makroskopik dan mikroskopik diobservasi. Beberapa penelitian telah berhasil menunjukkan lokasi dari kecenderungan lesi patologis, yaitu bilateral dan melibatkan pembuluh-pembuluh darah besar ( arteri serebri anterior dan arteri serebri posterior). Penelitian-penelitian lain mendemonstrasikan keberadaan lakuna-lakuna di otak misalnya di bagian anterolateral dan medial thalamus, yang dihubungkan dengan defisit neuropsikologi yang berat. Beberapa lokasi strategis termasuk substansia alba bagian frontal atau basal dari forebrain, basal ganglia, genu dari kapsula interna hippocampus, mamillary bodies, otak tengah dan pons.Pada analisis mikroskopik perubahan - perubahan tipe Alzheimer (neurofibrillary tangles dan plak senile) didapatkan juga sehingga akan merumitkan gambaran. Istilah demensia campuran digunakan ketika baik perubahan vaskuler dan degenerasi memberikan kontribusi pada penurunan kognisi1.

Mekanisme patoisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan kerusakan kognisi adalah belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak emboli jantung, dan perdarahan.Peran dari abnormalitas substansia alba sebagai penyebab disfungsi kognisi telah diketahui. Suatu penelitian terbaru tentang patologi substansia alba pada 40 kasus dengan demensia vaskuler menunjukkan adanya :
1. Patologi fokal meliputi daerah infark luas dan sempit pada substansia alba
2. Patologi difus substansia alba yang melibatkan rarefaction perifokal yang dikelilingi infark dan substansia alba tanpa infark1.
1.3. Faktor resikoFaktor-faktor resiko telah diteliti oleh beberapa ilmuwan dalam 4 tahun terakhir ini.
Mereka membagi faktor-faktor resiko itu dalam 4 kategori :
1. Faktor demografi, termasuk diantaranya adalah usia lanjut, ras dan etnis( Asia, Africo-American ), jenis kelamin ( pria), pendidikan yang rendah, daerah rural.
2. Faktor aterogenik, termasuk diantaranya adalah hipertensi, merokok cigaret, penyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, bising karotis, menopause tanpa terapi penggantian estrogen, dan gambaran EKG yang abnomal.
3. Faktor non-aterogenik, termasuk diantaranya adalah genetik, perubahan pada hemostatis, konsumsi alkohol yang tinggi, penggunaan aspirin, stres psikologik, paparan zat yang berhubungan dengan pekerjaan ( pestisida, herbisida, plastik), sosial ekonomi.
4. Faktor yang berhubungan dengan stroke yang termasuk diantaranya adalah volume kehilangan jaringan otak, serta jumlah dan lokasi infark2.

Jenis kelamin merupakan faktor yang masih kontroversial, dan beberapa penelitian menemukan bahwa tidak ada perbedaaan dalam jenis kelamin. Semuanya dapat terkena dalam perbandingan yang sama.Genetik juga merupakan faktor yang berpengaruh. Arteriopati cerebral autosomal dominan dengan infark subkortikal dan leukoencepalopati (CADASIL) adalah suatu penyakit genetik yang melibatkan mutasi Notch 3, menyebabkan infark subkortikal dan demensia pada 90 % pasien yang terkena yang akhirnya meninggal dengan kondisi ini.Riwayat dari stroke terdahulu adalah faktor resiko yang penting pada demensia vaskuler. Tidak hanya berhubungan dengan luas dan jumlah infark, tetapi juga lokasi dan bahkan lesi tunggal yang strategis sudah dapat menyebabkan demensia1.Katzman et.al melaporkan resiko terjadinya demensia vaskuler yang dihubungkan dengan keadaan depresi atau stres psikologik sebelumnya.

Depresi merupakan suatu sindroma premonitori untuk VaD pada pasien-pasien stroke, dan juga merupakan suatu penanda yang penting bagi kerusakan pada otak.Hubungan antara VaD dan alel €4 dari APOE telah diteliti pada beberapa penelitian, dan ditemukan bahwa adanya alel ini bukan hanya merupakan suatu penanda spesifik bagi Alzheimer Disease, tapi juga dihubungkan dengan proses perbaikan pada sistem saraf. Frison et. al menghipotesiskan bahwa APOE memainkan peran pada metabolisme otak normal, dan terdapatnya alel €4 dalam jumlah besar menandakan adanya kerusakan pada otak baik degeneratif atau vaskuler. Bagaimanapun juga, semenjak diagnosis VaD ditetapkan dengan menggunakan kriteria NINDS-AIREN, maka konkurensi dengan Alzheimer Disease adalah mungkin dan menjelaskan hubungan dengan APOE2.

Resiko yang berhubungan dengan paparan pepstisida dan pupuk telah dikonfirmasikan pada berbagai penelitian terdahulu, dan menjelaskan hubungan dengan daerah rural. Tingginya insidensi VaD di daerah rural juga dilaporkan Liu et.al, dan. hubungan antara zat ini juga terdapat pada Alzheimer Disease dan Parkinson2.
1.4. EtiologiBaru–baru ini diketahui, bahwa demesia vaskuler bukan hanya disebabkan oleh discret infark ( multi-infark demensia ), tapi juga oleh keadaan serebrovaskuler. Beberapa kelainan vaskuler yang dapat menyebabkan demensia antara lain tercantum dalam tabel di halaman selanjutnya ini3.
1.5. Kriteria diagnosisKriteria diagnosis yang digunakan saat ini adalah NINDS-AIREN( National Institute of Neurological Disorders and Stroke, and L’Association Internationale pour la Recherche et L’Enseignmement en Neurosciences ).1. Diagnosis klinis probable VaD meliputi semua hal dibawah ini :a) Demensiab) Penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan adanya defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik seperti hemiparese, kelumpuhan otot wajah bawah, refleks Babinski, defisit sensorik, hemianopsia, disartria, dll. Yang konsisten dengan stroke ( dengan atau tanpa riwayat stroke ), dan bukti yang relevan adanya CVD dengan pemeriksaan pencitraan otak (CT-scan atau MRI) meliputi stroke multipel pembuluh darah besar atau infark tunggal tempat strategis ( girus angularis, talamus, basal forebrain, teritori arteri serebri posterio dan anterior ), atau infark lakuner multipel di basal ganglia dan substantia alba atau lesi substantia alba periventrikuler luas atau kombinasi dari kelainan-kelainan di atas.c) Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas dengan satu atau lebih keadaan dibawah ini :- Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke.- Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif dan bersifat stepwise.

2. Kriteria diagnosis probable VaD subkortikal :
A. Sindroma kognisi yang meliputi kedua-duanya :
• Sindroma disexecution : gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan abstraksi.
• Deteriorasi fungsi memori yang menyebabkan gangguan fungsi okupasi dan sosial yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke.
B. CVD yang meliputi kedua-duanya :
• CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging
• Adanya riwayat defisit neurologis sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah, refleks Babinski positif, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak.

1.6. Gambaran KlinisSesuai dengan NINDS-AIREN maka didapatkan gambaran klinis VaD sebagai berikut :A. Gambaran klinis yang konsisten dengan diagnosis probable VaD :
1. Gangguan berjalan ( langkah-langkah kecil, atau marche a petit-pas, magnetic, apraxic-ataxic atau parkinson gait )
2. Riwayat miksi dini dan keluhan kemih yang bukan disebabkan oleh kelainan urologi3. Perubahan kepribadian dan suasana hati, abulia dan depresi. Inkontinesia emosi, gejala defisit subkortikal meliputi retardasi psikomotor dan gangguan fungsi eksekusi.

B. Gambaran klinis yang tidak menyokong diagnosis VaD
:1. Defisit memori pada tahap dini, perburukan fungsi memori dan gangguan kognisi lain seperti bahasa (ataxia transkortikal sensorik ), ketrampilan motorik (apraksia) dan persepsi ( agnosia) tanpa adanya lesi yang sesuai pada pencitraan otak.
2. Tidak ditemukannya defisit neurologik fokal selain gangguan kognisi3. Tidak ditemukan lesi pada CT-scan atau MRI kepala.

C. Gambaran klinis yang menyokong diagnosis VaD subkortikal :
1. Episode gangguan lesi upper motor neuron ( UMN) ringan seperti kelumpuhan ringan, refleks asimetri, dan inkoordinasi.
2. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia.
3. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh, tanpa sebab
4. Urgensi miksi yang dini yang tidak disebabkan oleh kelainan urologi
5. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal
6. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan retardasi psikomotor.

D. Gambaran yang tidak menyokong diagnosis VaD subkortikal
1. Awitan dini gangguan memori yang progresif memburuk dan gangguan kognisi lain seperti disfasia, dispraksi, dan agnosia.
2. Tidak ditemukan lesi fokal yang berhubungan pada pencitraan
3. Tidak ditemukannya relevansi lesi serebral pada CT-scan atau MRI1.7.

PemeriksaanPemeriksaan VaD secara umum antara lain :
A. Riwayat medis meliputi
1. Riwayat medik umumWawancara meliputi gangguan medik yang dapat menyebabkan demensia seperti penyakit jantung koroner, gangguan katup jantung, penyakit jantung kolagen, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, arteriosklerosis perifer, hipotiroidisme., neoplasma, infeksi kronik ( sifilis, AIDS )
2. Riwayat Neurologi umumWawancara riwayat neurologi seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik sensorik, gangguan berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal menandakan defisit neurologik fokal yang mengarah pada VaD.
3. Riwayat NeurobehaviourInformasi dari keluarga mengenai penurunan fuingsi kognisi, kemampuan intelektual dalama aktivitas sehari-hari dan perubahan tingkah laku adalah sangat penting dalam diagnosis demensia.
4. Riwayat psikiatrikRiwayat psikiatrik penting untuk menentukan apakah pasien mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid, dan apakah gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia.
5. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan.Keracunan logam berat, pestisida, lem dan pupuk, defisiensi nutrisi , pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD. Pemakaian obat-obatan antidepresan, antikolinergik dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi.
6. Riwayat keluargaPemeriksa harus menggali semua insidensi demensia pada keluarga.

B. Pemeriksaan obyektif meliputi :
1. Pemeriksaan fisik umumMeliputi observasi penampilan, tanda-tanda vital, arteriosklerosis, faktor resiko vaskuler.
2. Pemeriksaan neurologisGangguuan berjalan, gangguan kekuatan, tonus atau kontrol motorik, gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak, gangguan keseimbangan dan gangguan refleks.
3. Pemeriksaan status mentalPemeriksaan kognisi status mental meliputi memori, orientasi, bahasa, fungsi kortikal, terkait dengan berhitung, menulis, praksis, gnosis, visuospasial, dan visuopersepsi.
4. Pemeriksaan aktivitas fungsionalAdalah pemeriksaan performa nyata penyandang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini.
5. Pemeriksaan psikiatrikPemeriksaan ini untuk menentukan kondisi mental penyandang demensia, apakah ia menderita gangguan depresi, delirium., cemas atau mengalami gejala psikotik.

1.8. Manajemen Terapi

A. Terapi farmakologikPenderita dengan faktor resiko penyakit serebrovaskuler misalnya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, arterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan merokok, harus mengontrol penyakitnya dengan baik dan memperbaiki gaya hidup. Kontrol teratur terhadap penyakit primer dapat memperbaiki fungsi kognisinya.Terapi simptomatikPada vaskuler demensia terjadi penurunan neurotransmiter kolinergik sehingga kolinesterase inhibitor dapat diberikan. Penelitian-penelitian terakhir menunjukkan obat golongan ini dapat menstabilkan fiungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada penderita demensia vaskuler ringan dan sedang. Efek samping kolinergik yang perlu diperhatikan adalah mual, muntah, diare, bradikardi dan gangguan konduksi supraventrikuler.B. Terapi non-farmakologisBertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.

Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi terhadap pasien sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan penyakit dan sarana yang tersedia.
Intervensi terhadap pasien meliputi :
1. Perilaku hidup sehat
2. Terapi rehabilitasi, dilakukan orientasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent, gerak dan latih otak serta olahraga lain, edukasi, konseling, terapi musik, terapi wicara dan okupasi.
3. Intervensi lingkungan, dilakukan melalui tata ruang, fasilitasi aktivitas, tarapi cahaya, penyediaan fasilitas perawatan, day care center, nursing home, dan respite center.

Gangguan mood dan perilaku yang ditemukan pada pasien demensia vaskuler dapat bervariasi sesuai dengan lokasi fungsi otak yang rusak. Gejala yang sering muncul adalah depresi, agitasi, halusinasi, delusi, ansietas, perilaku kekerasan, kesulitan tidur dan wandering ( berjalan ke sana kemari).Sebelum memulai terapi farmakologis, terapi non-farmakologis harus dilakukan dulu untuk mengontrol gangguan ini namun dalam prakteknya sering diperlukan kombinasi kedua metode terapi ini. Penting untuk selalu menganalisa dengan seksama setiap gejala yang timbul, adakah hubungan gejala perilaku atau psikiatrik dengan kondisi fisik (nyeri), situasi (ramai, dipaksa, dll) atau semata-mata akibat penyakitnya3.DepresiPasien demensia vaskuler dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang labih berat dibanding pasien demensia Alzheimer tanpa depresi. Obat antidepresan dapat memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi tidak memperbaiki gangguan kognisi.

Penanganan non-farmakologis;
1. Memberi dorongan aktivitas.
2.Menghindari tugas yang kompleks.
3.Bersosialisasi untuk mengurangi depresi.
4.Konseling dengan psikiater.

Manajemen terapi farmakologis :
1.Semua antidepresan mampunyai efektivitas yang sama dan onset of action dalam jangka waktu tertentu ( sekitar 2 minggu ) dalam terapi depresi.
2.Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek samping obat dan interaksi obat .
3. Antidepresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain
a. Golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors ( SSRI ).golongan ini mempunyai tolerabilitas tinggi pada pasien lansia larena tanpa efek antikolinergik dan kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal
b. Golongan Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
c. Golongan NASSA4. Golongan antidepresan atipikal
d. Golongan trisiklik. Tidak dianjurkan untuk lanjut usia karena efek sampingnya.Ansietas dan agitasi.Sebagian pasien demensia vaskuler dapat hipersensitif terhadap peristiwa sekitarnya.

Manajemen terapi non-farmakologi:
1.Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil.
2.Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih
3.Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya.
4.Hindari minuman berkafein unbtuk membantu mengurangi gejala cemas dan gelisah.

Manajemen terapi farmakologis:
1. Ansiolitik terutama bezodiazepin berguna terutama untuk terapi jangka pendek ansietas yang tidak terlalu berat atau agitasi.
2. Neuroleptik diindikasikan pada agitasi yang berat, sama sekali tidak dapat tidur, kegelisahan yang hebat, halusinasi atau delusi.
3. Antidepresan terutama SSRI dan trazadone juga efektif untuk mengobati agitasi.

Gangguan tidur
Gangguan tidur pada pasien demensia vaskuler sering mengakibatkan pengasuh sering juga terjaga pada malam hari. Beberapa petunjuk praktis yang berguna untuk pengasuh (caregiver) adalah :
1. Berikan aktivitas pada siang hari
2. Hindari tidur siang bila memungkinkan
3.Kurangi minum menjelang tidur
4. Usahakan siang hari terpapar sinar matahari

1.9. PencegahanManajemen dari faktor-faktor resiko mempunyai target pada berbagai level, tergantung dari latar belakang medis pasien dan dimana pasien berada pada saat berlangsungnya penyakit. Chui et. al mengusulkan suatu klasifikasi yang terintegrasi dari cedera vaskuler otak berdasar pada strategi pengobatan. Untuk tiap kasus, klinisi harus fokus secara sistematik pada strategi pengobatan yang spesifik, yang ditujukan pada pencegahan primer (faktor resiko), pencegahan sekunder ( mekanisme dasar kerusakan vaskuler otak) dan pencegahan tersier( pada kasus dimana terjadi gangguan fungsional). Klasifikasi ini juga menekankan kebutuhan akan deteksi dini pada pasien-pasien dengan gangguan kognisi yang minimal yang berada pada resiko uintuk berkembangnya demensia. Pasien-pasien ini akan menerima keuntungan dari pengobatan yang agresif1.

KESIMPULAN DAN SARAN
1. Demensia vaskuler adalah bentuk demensia yang dapat ditekan insidensinya dengan cara mengendalikan faktor-faktor resiko, dan juga penyakit yang mendasari.
2. Perlunya suatu penanganan yang komprehensif terhadap pasien-pasien demensia vaskuler.
3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk menggali faktor-faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian demensia vaskuler

DAFTAR PUSTAKA
1. Arvanitalds Z. Dementia and Vascular Disease, 20052. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health and Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.
2.Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England Journal of Medicine. 1996; (8);330-364.
3.Konsensus Pengenalan Dini dan Penatalaksanaan Demensia Vaskuler, 20045. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline frequency, risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992; 42(6): 1185-936.
4. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular dementia in Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-Prevalence Research Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.
5. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American Heart Association 1999; (5):1548-538.
6. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are associated with Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall Thickening. American Heart Association. 2003;(10):869-739.
7. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between Hypertension, ApoE, and Cerebral White Matter Lesions. American Heart Associatiom. 2004;(1): 11057-6210.
8. Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-52

Selasa, 12 Oktober 2010

UKS II

Usaha Kesehatan Sekolah

1. A. Pengertian

Usaha kesehatan sekolah disingkat UKS adalah suatu usaha yang dilakukan sekolah untuk menolong murid dan juga warga sekolah yang sakit di kawasan lingkungan sekolah. UKS biasanya dilakukan di ruang kesehatan suatu sekolah.

Usaha kesehatan sekolah (UKS) yang dilaksanakan sampai saat ini dirasakan kurang optimal. Ada UKS yang berjalan dengan baik, sehingga mendapat penghargaan dari Kementerian Kesehatan, tetapi banyak juga sekolah yang tidak melaksanakannya atau hanya sekadar formalitas belaka. Ke depan, peran UKS harus dioptimalkan karena upaya menanamkan kebiasaan hidup sehat harus dimulai sejak anak-anak.
Pernyataan tersebut dikemukakan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sukman Tulus Putra kepada SP di Jakarta.

Dikatakan, guru memiliki peran penting untuk mengoptimalkan UKS mulai tingkat SD sampai SMA. Untuk itu, diperlukan kerja sama antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, dan pemerintah daerah untuk memberi pelatihan khusus kepada guru-guru pembina UKS.

Selain UKS, kegiatan olahraga di sekolah juga harus ditingkatkan. Selama ini, kegiatan olahraga di sekolah sangat kurang, sehingga anak-anak berpotensi menderita obesitas. “Kalau obesitas dibiarkan terus terjadi, saat dewasa, mereka akan menderita penyakit jantung koroner. Ini sangat berbahaya, sehingga UKS dan olahraga sangat penting ditanamkan sejak anak-anak,” kata mantan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini.

LOGO

SEGITIGA SAMA SISI
Menggambarkan 3 program pokok UKS (Trias UKS)
1. Pendidikan Kesehatan.
2. Pelayanan Kesehatan.
3. Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat.
LINGKARAN
Menggambarkan bahwa program UKS dilaksanakan secara terpadu oleh seluruh sektor terkait.
TULISAN UKS, YANG DITULIS SECARA VERTIKAL & HORIZONTAL
Menggambarkan bahwa UKS dilaksanakan mulai dari TKA/RA sampai SLTA/MA, serta dilaksanakan secara berjenjang dari sekolah/ Madrasah sampai pusat secara terkoordinasi baik antara sekolah dengan Tim Pembina, Tim Pembina UKS dibawahnya dengan yang diatasnya maupun antar sesama TIM Pembina UKS yang sejajar.

1. B. Tujuan

Tujuan usaha kesehatan sekolah secara umum adalah untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin serta menciptakan lingkungan sekolah yang sehat sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukkan manusia Indonesia yang berkualitas (Suliha, 2002).

Secara khusus tujuan usaha kesehatan sekolah adalah untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan mempertinggi derajat kesehatan peserta didik yang mencakup memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan untuk melaksanakan prinsip hidup sehat, serta berpartisipasi aktif di dalam usaha peningkatan kesehatan. Sehat fisik, mental, sosial maupun lingkungan, serta memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk, penyalahgunaan narkoba, alkohol dan kebiasaan merokok serta hal-hal yang berkaitan dengan masalah pornografi dan masalah sosial lainnya (Komang, 2008).

1. C. Sasaran Usaha Kesehatan sekolah

Sasaran pelayanan usaha kesehatan sekolah adalah seluruh peserta didik dari tingkat pendidikan taman kanak-kanak, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan agama, pendidikan kejuruan, pendidikan khusus atau pendidikan sekolah luar biasa (Depkes, 2001).

Untuk tingkat sekolah dasar usaha kesehatan sekolah diprioritaskan pada Kelas I, III dan Kelasa VI dengan alasan bahwa, kelas I merupakan fase penyesuaian dalam lingkungan sekolah yang baru dan lepas dari pengawasan orang tua, kemungkinan kontak dengan berbagai penyebab penyakit lebih besar karena ketidaktahuan dan ketidakmengertiannya tentang kesehatan. Disamping itu kelas I adalah saat yang baik untuk diberikan imunisasi ulangan. Pada kelas I ini dilakukan penjaringan untuk mendeteksi kemungkinan adanya kelainan yang mungkin timbul sehingga mempermudah pengawasan untuk jenjang berikutnya.

Pelaksanaan program UKS pada kelas III bertujuan untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan UKS di kelas I dahulu dan langkah-langkah selanjutnya yang akan dilakukan dalam program pembinaan usaha kesehatan sekolah. Kelas VI, dalam rangka mempersiapkan kesehatan peserta didik kejenjang pendidikan selanjutnya, sehingga memerlukan pemeliharaan dan pemeriksaan kesehatan yang cukup (Effendi, 1998).

1. D. Kebijakan Usaha Kesehatan Sekolah

Kebijakan usaha kesehatan sekolah mengikuti kebijaksanaan umum Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk menjalankan usaha kesehatan sekolah yang disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah setempat, sesuai dengan usaha mewujutkan desentralisasi dan otonomi daerah dalam usaha-usaha dibidang kesehatan (Depkes, 2001).

Usaha kesehatan sekolah dilakukan dengan kerjasama yang erat antara petugas kesehatan, petugas sekolah, anak didik, pemerintah setempat, orang tua murid dan golongan-golongan lain dalam masyarakat. Pada tanggal 23 Juli 2003, usaha kesehatan sekolah telah dikukuhkan pelaksanaannya secara terpadu lintas sektor dan lintas program dalam surat keputusan bersama Menteri Pendidikan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor : 0408/U/1984, Nomor : 74/Tn/1984, Nomor : 60 Tahun 1984 tanggal 3 September 1984 tentang Pokok Kebijaksaan Usaha Kesehatan Sekolah (Wahyuni, 2008).

1. E. Program Usaha Kesehatan Sekolah

Nemir (1990, dalam Effendi 1998) mengelompokkan usaha kesehatan sekolah menjadi tiga kegiatan pokok, yaitu :

* Pendidikan Kesehatan di Sekolah (Health Education in School)

Pendidikan kesehatan di sekolah dasar dapat dilakukan berupa kegiatan intrakurikuler, kegiatan ekstrakurikuler dan penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan Puskesmas. Maksud dari kegiatan intrakurikuler yaitu pendidikan kesehatan merupakan bagian dari kurikulum sekolah, dapat berupa mata pelajaran yang berdiri sendiri seperti mata pelajaran ilmu kesehatan atau disisipkan dalam ilmu–ilmu lain seperti olah raga dan kesehatan, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya.

Kegiatan ekstrakurikuler disini adalah pendidikan kesehatan dimasukkan dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler dalam rangka menanamkan perilaku sehat peserta didik. Penyuluhan kesehatan dari petugas puskesmas yang berkaitan dengan higiene personal yang meliputi pemeliharaan gigi dan mulut, kebersihan kulit dan kuku, mata, telinga, lomba poster sehat dan perlombaan kebersihan kelas.

* Pemeliharaan Kesehatan Sekolah (School Health Service)

Pemeliharaan kesehatan sekolah untuk tingkat sekolah dasar, dimaksudkan untuk memelihara, meningkatkan dan menemukan secara dini gangguan kesehatan yang mungkin terjadi terhadap peserta didik maupun gurunya. Pemeliharaan kesehatan di sekolah dilakukan oleh petugas puskesmas yang merupakan tim yang dibentuk dibawah seorang koordinator usaha kesehatan sekolah yang terdiri dari dokter, perawat, juru imunisasi dan sebagainya.

Untuk koordinasi pada tingkat kecamatan dibentuk tim pembina usaha kesehatan sekolah dengan kegiatan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan perkembangan kecerdasan, pemberian imunisasi, penemuan kasus-kasus dini yang mungkin terjadi, pengobatan sederhana, pertolongan pertama serta rujukan bila menemukan kasus yang tidak dapat ditanggulangi di sekolah.

* Lingkungan Sekolah yang Sehat

Lingkungan sekolah yang dimaksud dalam program usaha kesehatan sekolah untuk tingkat sekolah dasar meliputi lingkungan fisik, psikis dan sosial. Kegiatan yang termasuk dalam lingkungan fisik berupa pengawasan terhadap sumber air bersih, sampah, air limbah, tempat pembuangan tinja, dan kebersihan lingkungan sekolah. Kantin sekolah, bangunan yang sehat, binatang serangga dan pengerat yang ada dilingkungan sekolah, pencemaran lingkungan tanah, air dan udara di sekitar sekolah juga merupakan bagian dari lingkungan fisik sekolah. Kegiatan yang dilakukan berhubungan dengan lingkungan psikis sekolah antara lain memberikan perhatian terhadap perkembangan peserta didik, memberikan perhatian khusus terhadap anak didik yang bermasalah, serta membina hubungan kejiwaan antara guru dengan peserta didik. Sedangkan kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan sosial meliputi membina hubungan yang harmonis antara guru dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, serta membina hubungan yang harmonis antara guru, murid, karyawan sekolah serta masyarakat sekolah.

1. F. Dukungan Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan UKS

* Pengelolaan Usaha Kesehatan Sekolah

Dalam pelaksanaan program usaha kesehatan sekolah, prinsip pengelolaan yang digunakan diantaranya mengikutsertakan peran serta aktif masyarakat sekolah, kegiatan yang terintegrasi, melaksanakan rujukan serta kerjasama. Kerjasama tim di tingkat Puskesmas sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program usaha kesehatan sekolah, kerjasama ini terdiri dari beberapa program yang terlibat didalamnya diantaranya dokter, perawat komunitas, petugas gigi, ahli gizi, petugas sanitasi, petugas posyandu dan tenaga kesehatan lainnya yang dikoordinir oleh Kepala Puskesmas (Zein, 2008).

Dukungan yang diberikan dalam pengelolaan program usaha kesehatan sekolah oleh tenaga kesehatan Puskesmas mencakup melakukan pengembangan program baik yang dilakukan secara rutin maupun program tambahan, ikut berpartisipasi langsung dalam setiap pelaksanaan kegiatan usaha kesehatan sekolah disetiap sekolah serta kegiatan pada waktu tertentu seperti perlombaan sekolah sehat, HUT kemerdekaan, Hardiknas, Hari Kesehatan Nasional dan lain-lain (Sujudi, 2004).

* Peran Petugas Kesehatan

Untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik sedini mungkin serta menciptakan lingkungan yang sehat, dibutuhkan peran petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan dan upaya kesehatan dasar dalam pelaksanan program usaha kesehatan sekolah (Supari, 2008). Petugas kesehatan puskesmas memiliki peran masing-masing dalam pelaksanaan program usaha kesehatan sekolah ini. Tenaga dokter/dokter umum disamping bertanggung jawab dalam pelaksanaan program juga ikut terlibat dalam pelaksanaan program seperti penyuluhan dan pelatihan guru usaha kesehatan sekolah, pelatihan dokter kecil serta skrening kesehatan (Murid, 2009).

Perawat komunitas melaksanakan perannya dengan melaksanakan skrening kesehatan, memberikan pelayanan dasar untuk luka dan keluhan minor dengan memberikan pengobatan sederhana, memantau status imunisasi siswa dan keluarganya dan juga aktif dalam mengidentifikasi anak-anak yang mempunyai masalah kesehatan. Perawat perlu memahami peraturan yang ada dan menyangkut anak-anak usia sekolah, seperti memberikan libur pada siswa karena adanya penyakit menular, kutu, kudis atau parasit lain. Disamping itu perawat juga berperan sebagai konsultan terutama untuk para guru, perawat dapat memberikan informasi tentang pentingnya memberikan pengajaran kesehatan di kelas, pengembangan kurikulum yang terkait dengan kesehatan, serta cara-cara penanganan kesehatan yang bersifat khusus, kecacatan dan penyakit-penyakit yang ada seperti hemofilia dan AIDS (Sumijatun, 2005).

Usaha kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan oleh dokter gigi dan perawat gigi melalui program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi gangguan kesehatan gigi dan mulut serta mempertinggi kesadaran kelompok masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut serta perawatannya secara rutin untuk anak sekolah (Nugrahani, 2008).

Petugas kesehatan lain yang juga terlibat dalam program usaha kesehatan sekolah ini adalah ahli gizi, berperan memberikan pendidikan tentang gizi dan makanan. Penyuluhan tentang gizi dan makan ini merupakan cara yang sangat efektif untuk mencegah foodborne illnes, karena anak tidak hanya belajar tentang keamanan makanan mereka sendiri, tetapi juga menyampaikan kebutuhan mereka akan higiene makanan kapada orang tua dengan anggota keluarga lainnya. Peran lain dari petugas ahli gizi adalah Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS), penimbangan berat badan serta memberikan pengetahuan kepada guru usaha kesehatan sekolah tentang keamanan makanan dan pengolahan makan yang sehat (Motarjemi, 2004). Tenaga sanitasi dan petugas kesehatan lainnya memiliki peran dan tanggungjawab masing-masing sesuai dengan bidang dan keahliannya (Depkes, 2004).

* Keberhasilan Pelaksanaan Program

Tingkat keberhasilan progarm UKS dapat dilihat dari peserta didik dan dari lingkungan sekolah itu sendiri. Dari peserta didik dapat dilihat keadaan-keadaan bahwa peserta didik berprilaku sehat, tidak sakit-sakitan, bebas dari penyakit menular dan narkoba, serta absensi sakit menurun. Disamping itu juga pertumbuhan dan perkembangan peserta didik sesuai dengan golongan usia dan telah mendapatkan imunisasi ulangan.

Keberhasilan program juga dapat dilihat dari lingkungan sekolah yang sehat dimana semua ruangan dan kamar mandi, jamban, serta pekarangan bersih dari sampah, air comberan dan sumber air bersih terlindung dari pencemaran (Notoatmojo, 2003).

1. G. Struktur Organisasi UKS

UKS

PELAKSANAAN USAHA KESEHATAN SEKOLAH DI SEKOLAH

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii
SARI................................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 Permasalahan............................................................................ 5
1.3 Penegasan Istilah ...................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................... 9
2.1. Pengertian Usaha Kesehatan Sekolah ...................................... 9
2.2. Batasan Usaha Kesehatan Sekolah.......................................... 26
2.2.1. Dasar Titik Tolak Usaha Kesehatan Sekolah ...............
2.2.2. Landasan Hukum Usaha Kesehatan Sekolah ...............
2.3. Tujuan dan Sasaran Usaha Kesehatan Sekolah ........................
2.4. Organisasi Usaha Kesehatan Sekolah ......................................
2.5. Pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Sekolah .....................
2.5.1 Pendidikan Kesehatan .....................................................
2.5.2 Pelayanan Kesehatan di Sekolah......................................
2.5.3 Lingkungan Kehidupan Sekolah yang Sehat ...................
2.6. Sarana dan Prasarana Usaha Kesehatan Sekolah .....................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 29
3.1 Populasi Penelitian ................................................................... 29
3.2 Sampel Penelitian..................................................................... 29
3.3 Variabel Penelitan .................................................................... 30
3.4 Metode Pengunpulan Data .......................................................
3.5 Instrumen Penelitian.................................................................
3.6 Analisis Data ............................................................................ 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................. 37
4.1 Hasil Penelitian......................................................................... 37
4.2 Pembahasan .............................................................................. 43
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 46
5.1 Simpulan .................................................................................. 46
5.2 Saran ........................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Interval Skor, Interval Persentase Dan Kategori Mekanisme Organisasi
Usaha Kesehatan Sekolah ............................................................................... 37
2. Hasil Analisis Deskriptif Persentase tentang Mekanisme Organisasi UKS di
SD Negeri se- Kota Pekalongan...................................................................... 38
3. Interval Skor, Interval Persentase Dan Kategori Pelaksanaan Program Kerja
UKS.................................................................................................................
4. Hasil Analisis Deskriptif Persentase tentang Pelaksanaan Program Kerja UKS
5. Interval Skor, Interval Persentase Dan Kategori ketersediam sarana dan
Prasarana UKS ................................................................................................
Hasil Analisis Deskriptif Persentase tentang Kategori ketersedian sarana dan
prasarana UKS ................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekolah merupakan sebuah lembaga, tempat anak didik memperoleh
pendidikan dan pelajaran yang diberikan oleh guru. Sekolah mempersiapkan anak
didik memperoleh ilmu pengetahuan dan ketrampilan, agar mampu berdiri sendiri
dalam masyarakat. Di dalam pembangunan nasional perhatian terhadap kehidupan
anak tidak dapat diabaiakan. Anak merupakan investasi dalam bidang tenaga kerja
dan pewaris negara masa depan, sehingga pembinaan terhadap golongan ini perlu
dimulai sedini mungkin. Sehubungan dengan ini, bidang pendidikan dan kesehatan
mempunyai peranan yang besar karena secara organisatoris sekolah berada dibawah
Departemen Pendidikan Nasional, secara fungsional Departemen Kesehatan
bertanggung jawab atas kesehatan anak didik. (Sonja Poernomo dkk,1978:17-18)
Menurut Tony Sadjimin dan Peter Whiticar (1979:4), bahwa salah satu dari
tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk menyebarluaskan informasi yang
bersifat mendidik dan keahlian-keahlian yang berguna serta praktis, supaya
pembangunan terus berlangsung dan seluruh masyarakat dapat hidup dalam
kebiasaan yang layak dan sehat. Salah satu di antara bidang-bidang yang terpenting
adalah kesehatan. Sekolah mempunyai peranan penting dalam menyampaikan
informasi kesehatan kepada murid dan masyarakat. Kebutuhan kesehatan bagi murid
dan masyarakat hampir sama. Keduanya dapat berkembang bersama karena baik
kesehatan maupun kesejahteraan murid tak dapat dimajukan apabila kondisi
kesehatan masyarakat tidak juga maju.

Berdasarkan rumusan dalam undang-undang temtamg sistem pendidikan
nasional No.20 tahun 2003 yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,pengajaran atau
pelatihan bagi perannya dimasa akan datang (bab I pasal 1). Hal ini tidak terlepas
dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional kita. Apapun fungsi pendidikan nasional
yaitu mengembangkan kemempuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat menusia Indonesia dalam rangka upaya meeujudkan tujuan nasional (bab II
pasal 3). Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta tanggungjawab kepada masyarakat dan bangsa (bab II
pasal 4).
Jelas bahwa peserta didik dan generasi muda pada umunya harus dibina
dalam pertumbuhan dan perkembangannya untuk mewujudkan cita-cita mencerdskan
kehidupan bangsa dan kesejahteraannya. Hal ini tercantum dalam sistem Pendidikan
Nasional dan Sistem Kesehatan Nasional.
Departemen kesehatan bertanggung jawab atas kesehatan bangsa Indonesia
secara keseluruhan, baik kesehatan badan (fisik, jasmani), rohani (mental, jiwa)
maupun sosial. Pada masa reformasi sekarang ini, Departemen Kesehatan juga
mengadakan reformasi yang diartikan sebagai perubahan yang berasal dari
paradigma sehat (Soenarko, 1999 :1). Perilaku hidup sehat harus ditanamkan sedini
mungkin dari pendidikan sekolah dasar, lanjutan atas, serta pendidikan di rumah.

Sebab perilaku hidup sehat merupakan kebiasaan yang butuh ketelatenan dalam
penanaman hidup sehat harus diawali dari orang tua, anak, maupun guru di sekolah.
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) diselenggarakan untuk meningkatkan
kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan sehat sehingga peserta didik
dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis serta optimal, menjadi
sumber daya manusia yang berkualitas. Disamping itu Usaha Kesehatan Sekolah
juga diarahkan untuk memupuk kebiasaan hidup sehat, agar memiliki pengetahuan,
sikap dan ketrampilan untuk melaksanakan hidup sehat, agar berperan serta dalam
usaha peningkatan kesehatan, baik sekolah, rumah tangga maupun lingkungan
masyarakat (UU Kesehatan RI, 1992: 18-63)
Menurut H. Muchtamaji, M. Ali (2001: 48) bahwa seseorang dapat berusaha
menghindari sesuatu yang membahayakan dirinya melalui proses pembinaan atau
pembudayaan. Semua ini dapat dilakukan sebelum rasa sakit atau cedera terjadi.
Oleh karena itu pendidikan kesehatan adalah bagaimana mendidik siswa sebelum
terjangkit penyakit atau cedera dan bukannya setelah terjangkit penyakit atau cedera.
William Foege dalam buku H.Muchtamaji M. Ali (2001:48) mengatakan
bahwa setiap orang punya kehebatan dua kali lipat lebih kuat dari pada obat abad
duapuluh. Demikian juga para pengajar punya kesehatan dua kali lipat lebih kuat dari
para dokter untuk membentuk perilaku hidup sehat. Beranjak dari pendapat diatas
sebagai guru kita punya kesempatan yang baik untuk menjadi pendidik termasuk
mendidik keselamatan anak, karena para guru selalu berhadapan dengan anak didik
di sekolah. Sikap dan perilaku anak didik di sekolah masih merupakan proses
pembentukan dan semua ini dapat diarahkan terhadap pembentukan sikap dan

perilaku-perilaku hidup sehat. Demikian juga Lewis dalam bukunya H.Muchtamaji,
M.Ali berpendapat bahwa penentu utama dari status kesehatan anak dibentuk sejak
dini dan dapat dipengaruhi oleh mereka yang memperhatikan kesehatan kesehatan
anak. Sehubungan dengan uraian tersebut maka pusat perhatian pendidikan
kesehatan adalah membentuk anak didik belajar bagaimana mempunyai perilaku
hidup sehat dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Indan Entjang (2000 :119) bahwa dasar titik tolak mengapa Usaha
Kesehatan Sekolah perlu dijalankan adalah :
1.1.1 Golongan masyarakat usia sekolah (6 – 16 tahun merupakan bagian yang
besar dari penduduk Indonesia, kurang dari lebih 29% diperkirakan 50 %
dari jumlah tersebut adalah anak-anak sekolah).
1.1.2 Masyarakat sekolah terdiri atas guru, murid serta orang tua murid merupakan
masyarakat yang paling peka (sensitif terhadap pengaruh moderenisasi dan
tersebar merata diseluruh Indonesia) .
1.1.3 Anak-anak dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan sehingga masih
dibina dan dibimbing.
1.1.4 Pendidikan kesehatan melalui sekolah ternyata paling efektif diantara usahausaha
yang ada untuk mencapai kebiasaan hidup sehat dari masyarakat pada
umumnya, karena masyarakat sekolah prosentasenya tinggi, terorganisir
sehingga mudah dicapai, peka terhadap pendidikan dan pembaharuan dapat
menyebarkan modernisasi.
Kesehatan merupakan unsur-unsur yang sangat penting bagi anak didik di
sekolah, terutama bagi anak sekolah dasar (SD) kesehatan harus mendapatkan

perhatian yang sungguh-sungguh mengingat siswa sekolah dasar merupakan tonggak
keberhasilan pendidikan selanjutnya. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberi pengetahuan dan ketrampilan
dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta
didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menegah, (UU sistem
pendidikan nasional RI No.20 tahun 2003)
Berdasarkan hasil survei awal pada 2 Sekolah Dasar Negeri di Kota
Pekalongan diperoleh hasil sebagai berikut :
No. Nama Alat Jumlah
1.Termometer 10
2.Tensimeter 1
3.Kotak obat 1
4.Bet (tempat tidur) 1
5.Timbangan badan 1
6.Snelen 1
7.Baskom 2

(Tabel untuk SD Panjang Wetan 02)
No. Nama Alat Jumlah
1. Bet (tempat tidur) 1
(Tabel untuk SD Kandang Panjang 05)
Menurut informasi yang diperoleh dari Departemen kesehatan kota
Pekalongan, semua sekolah dasar yang ada di Pekalongan memiliki struktur
organisasi UKS. Selama ini pihak Departemen Kesehatan berusaha menggalakkan
kegiatan UKS dengan mengadakan lomba dokter kecil, penyuluhan kesehatan, serta
lomba lingkungan sehat. Tetapi pada kenyataanya sekolah dasar di Pekalongan
belum seluruhnya melaksanakan program UKS denga baik, hanya sebagian kecil saja

yang melaksanakan program UKS secara baik khususnya pada sekolah- sekolah
favorit. Hal ini ditandai adaya kegiatan dokter kecil, serta penyuluhan-peyuluah
kesehatan yang bekerja sama dengan pihak puskesmas setempat. Serta didukung
adanya sarana dan prasarana yang mendukung dalam kegiatan UKS di sekolah, serta
adanya piket jaga di sekolah dasar.Kebanyakan pelaksanaan UKS yang berfungsi
sebagai saluran utama pembinaan kesehatan terhadap peserta didik berjalan hanya
pada sekolah– sekolah favorit atau inti (misal SD Panjang Wetan 02) hal ini ditandai
dengan adanya sarana prasarana yang lengkap sehingga untuk menjalankan kegiatan
UKS berjalan dengan baik, misalnya dengan adanya alat-alat yang digunakan dalam
kegiatan seperti tabel yang diatas. Serta adanya kegiatan piket jaga di SD tersebut
untuk membantu murid-murid SD bila ada yang sakit. Sedangkan di sekolah yang
kurang favorit pelaksanaan dan sarana prasarana kurang sehingga pelaksanaannya
kurang berjalan secara optimal, meskipun di sekolah tersebut (SD kandang Panjang
05) ada struktur kepengurusan organisasi. Sarana yang ada hanya tempat tidur.
Usaha kesehatan Sekolah yang berfungsi sebagai saluran utama pembinaan
kesehatan terhadap peserta didik, terasa sangat kurang dalam pelaksanannya. Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya sekolah yang belum sungguh-sungguh
melaksanakan Usaha Kesehatan Sekolah secara terencana, terpadu dan terarah.
Selain itu masih banyak sekolah ditingkat dasar yang belum mampu mengorganisasi
Usaha kesehatan sekolah dengan baik, belum adanya kerja sama dengan pihak-pihak
yang terkait misal Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan Nasional ,orang tua siswa dan
pihak lain. Sehingga terkesan bahwa kesehatan anak didik adalah tangung jawab
orang tua semata.

Sedangkan program pelayanan kesehatan di sekolah dasar juga jarang
dilaksanakan, apabila siswa yang sakit disekolah maka siswa yang sakit diantar
pulang kerumah dan diserahkan oleh orang tuanya. Terlebih apabila menjumpai
siswa yang sakit yang memerlukan tindak lanjut maka banyak guru kurang
memperhatikan hal tersebut.
Kondisi tersebut diatas semakin tidak terdukung dengan tidak tersedianya
sarana dan prasarana Usaha Kesehatan Sekolah yang memadai sebagaimana yang
kita lihat bahwa di sekolah dasar banyak yang tidak memiliki ruangan UKS, begitu
juga dengan perlengkapan dan peralatan lainnya belum mendapat perhatian dari
pihak-pihak yang berwenang.
Anak adalah modal bangsa yang sangat penting sebagai generasi penerus
bangsa. Sekolah dasar merupakan tonggak utama dalam pendidikan terhadap anak.
Pada mulai usia dini sekolah dasar dalam perannya memegang peranan penting,
karena terdapat berbagai program seperti UKS. Program UKS pada sekolah dasar
sangat mempunyai peranan yang sangat besar pada kesehatan siswa serta memdidik
pola hidup sehat sejak usia sekolah dasar.
Pelaksanaan UKS di Pekalongan sudah berjalan dengan baik ini ditandai
dengan berbagai kegiatan misal dokter kecil, penyuluhan kesehatan, serta lomba
kesehatan tingkat sekolah dasar. Tetapi ketika melihat, masing-masing sekolah dasar
di Pekalongan belum melaksanakan program UKS dengan baik sehingga program
UKS di sekolah belum berjalan secara optimal sehingga banyak anak tidak tahu arti
pentingnya kesehatan itu sendiri.

Di sekolah dasar Pekalongan, sarana prasarana untuk UKS sangat kurang
misalnya tidak ada tempat untuk ruangan UKS, dimana selama ini masih bergabung
dengan ruangan perpustakaan serta tidak adanya obat-obatan dan alat pemeriksaan,
sehingga ini sangat menghambat perkembangan UKS itu sendiri serta struktur
organisasi tingkat SD pun belum bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Berdasar uraian di atas maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian
dengan judul “Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah Di Sekolah Dasar Negeri Se-
Kota Pekalongan Tahun 2004-2005”
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas maka timbul permasalahan yang hendaknya dikaji
sebagai berikut :
1.2.1 Apakah mekanisme organesasi UKS di Sekolah Dasar Negeri se Kota
Pekalongan berjalan dengan baik ?
1.2.2 Apakah pelaksanaan program kerja UKS di Sekolah Dasar Negeri se Kota
Pekalongan terlaksanan dengan baik ?
1.2.3 Apakah sarana dan prasarana UKS di sekolah Dasar Negeri se Kota
Pekalongan tersedia dengan cukup ?
1.3 Penegasan Istilah
1.3.1 Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan rancangan,
keputusan dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998:678).

1.3.2 Usaha Kesehatan Sekolah
Usaha Kesehatan Sekolah adalah kesehatan anak sekolah dan lingkungannya
yang dapat memberikan kesempatan belajar dan tumbuh secara harmonis dan selaras
dengan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan sebaikbaiknya
(A. .Muis, 1979 :13).
Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah suatu kegiatan melaksanakan rencana peningkatan hidup dan derajat
kesehatan anak didik atau siswa sedini mungkin dengan memanfaatkan sarana-dan
prasarana serta sumberdaya yang ada.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian deskriptif yang bersifat eksploratif adalah untuk menggambarkan
atau status dan fenomena (Suharsimi Arikunto,1998 :245). Oleh sebab ituyang
menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan
gambaran nyata tetang :
1.4.1 Mekanisme organisasi UKS di SD Negeri se kota Pekalongan.
1.4.2 Pelaksanaan program kerja UKS SD Negeri se Kota Pekalongan.
1.4.3 Kelengkapan sarana dan prasarana UKS di SD Negeri Se Kota Pekalongan.
I.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1.5.1 Bagi guru dapat lebih memahami arti pentingnya UKS bagi peserta didik
maupun semua anggota masyarkat sekolah.
1.5.2 Dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan pertimbangan untuk lebih
meningkatkan pelaksanaan program UKS di Sekolah-sekolah.

1.5.3 Orang tua dan masyarakat dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
untuk berpartisipasi dalam kegiatan UKS.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani, atau
mental dan sosial, bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat,dan
kelemahan, ( M. Dwijo Martoyo 1987: 7). Sejalan dengan pengertian tersebut usaha
kesehatan terutama ditujukan kepada usaha peningkatan kesehatan masyarakat
dengan mencakup antara lain : mencegah penyakit, memperpanjang hidup manusia,
meningkatkan hidup yang sehat, memberantas penyakit menular, dan membina peran
serta masyarakat dalam rangka memelihara kesehatan. Usaha membina dan
mengembangkan kebiasaan hidup sehat dilakukan secara terpadu, baik dengan
program pendidikan di sekolah melalui pendidikan olahraga dan kesehatan, melalui
usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan kesehatan.
(Dirjen Diskesmen, 1985 : 6)
Menurut Undang-undang pokok kesehatan tahun 1960 Bab I Pasal 2,
berbunyi : Yang di maksud kesehatan ialah yang meliputi kesehatan badan, rohani
(mental) dan sosial dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan
kelemahan. Dalam Bab I Pasal 3 berbunyi : Pertumbuhan anak yang sempurna
dalam lingkungan hidup yang sehat adalah penting untuk mencapai generasi yang
sehat dan bangsa yang kuat. Bab II Pasal 9 berbunyi : Pemerintah mengadakan
usaha-usaha khusus untuk kesehatan dan pertumbuhan anak yang sempurna, baik
dalam lingkungan keluarga, maupun dalam lingkungan sekolah serta masyarakat
remaja dan keolahragaan.

Usaha Kesehatan Sekolah adalah kesehatan anak sekolah dan lingkungannya
yang dapat memberikan kesempatan belajar dan tumbuh secara harmonis dan selaras
dengan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan sebaikbaiknya
(A. .Muis, 1979 :13). Menurut Djonet Soetatmo (1982 : 107) Usaha
Kesehatan Sekolah merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang dijalankan di
sekolah. Seperti kita ketahui bahwa sekolah adalah suatu lembaga pendidikan yang
merupakan tempat penyaluran segala bentuk pembaharuan. Kebiasaan hidup sehat
mudah ditanamkan pada siswa dan selanjutnya siswa diharapkan sebagai titik
pangkal untuk mempengaruhi masyarakat sekitarnya dengan pengetahun dan siap
hidup sehat. Sejalan dengan itu Sonja Poernomo (1978: 29) mengemukakan tentang
pengertian Usaha Kesehatan Sekolah ialah usaha kesehatan masyarakat yang
dijalankan disekolah dengan anak didik beserta lingkungannya sebagai sarana utama
untuk meningkatkan derajat, kesehatan serta membina dan mengembangkan nilai dan
sikap dan perilaku menuju prinsip hidup sehat. Menurut Soepeno (1984 : 48), yang di
maksud usaha kesehatan sekolah ialah suatu usaha kesehatan yang dilaksanaan di
sekolah. Usaha Kesehatan Sekolah adalah Usaha kesehatan masyarakat yang di
jalankan disekolah-sekolah dengan anak didik beserta lingkungan hidupnya sebagai
sasaran utama. (Mu’rifah, 1992 : 131). Usaha kesehatan sekolah adalah salah satu
wahana untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta
didik sedini mungkin. (Mu’rifah, 1992 : 131).
Jadi di sini jelaslah bahwa yang dimaksud dengan usaha kesehatan sekolah
(UKS) adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang ada didalam lingkungan
sekolah maupun masyarakat yang ada disekitar lingkungan sekolah, yang sasaran
utamanya adalah peserta didik beserta masyarakat sekolah lainnya.

2.2 Batasan Usaha Kesehatan Sekolah
Usaha Kesehatan sekolah (UKS) ialah usaha kesehatan masyarakat yang
dijalankan di sekolah-sekolah, dengan sasaran utamanya adalah anak-anak sekolah
dan lingkungannya (Mu’rifah,1992:131). Usaha ini dijalankan mulai dari Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat pertama (SLTP), sampai Sekolah Menengah
Umum (SMU).
Sekolah sebagai lembaga (institusi) pendidikan merupakan media yang
penting untuk menyalurkan segala bentuk pembaruan tata cara dan kebiasaan hidup
sehat, agar lebih mudah tertanam pada anak-anak. Dengan demikian, akan dapat
memberikan pengaruh terhadap kehidupan keluarga, masyarakat sekitarnya, bahkan
masyarakat yang lebih luas lagi. Anak didik di kemudian hari diharapkan akan
memiliki sikap dan kebiasaan hidup dengan norma-norma kesehatan. Pendidikan
kesehatan disakolah melalui program UKS mempunyai peranan yang sangat efektif
sebab :
1. Sekolah lanjutan tingkat pertama, sebagai masyarakat sekolah mempunyai
komunitas (peserta didik) yang sangat besar.
2. Sekolah Dasar, sebagai lembaga pendidikan, tersebar luas di seluruh pelosok
tanah air, dari pedesaan hingga kota-kota besar.
Dipandang dari segi pembiayaan pemerintah dan harapan untuk masa depan,
pelaksanaan UKS di SD adalah ekonomis. Apalagi untuk kepentingan ini
masyaraskat (orang tua murid) selalu dilibatkan dalam berbagai bentuk, melalui
POMG (persatuan orang tua murid dan guru).

2.2.1 Dasar titik tolak usaha kesehatan sekolah
Di dalam pembangunan Nasional, perhatian terhadap dunia kehidupan anakanak
tidak dapat diabaikan. Anak-anak merupakan investment dalam bidang tenaga
kerja, sehingga pembinaan terhadap golongan ini perlu dimulai sedini mungkin.
Sehubungan dengan ini, bidang pendidikan dan kesehatan mempunyai
peranan yang besar karena secara organisasi sekolah berada di bawah departemen
pendidikan nasional, secara fungisional departemen kesehatan bertanggungjawab
atas kesehatan anak didik.
Mengingat hal tersebut diatas, Usaha kesehatan sekolah dijalankan atas dasar
titik tolak pemikiran bahwa :
1. Sekolah merupakan lembaga yang dengan sengaja dihidupkan untuk
mempertinggi derajat bangsa dalam segala aspek
2. Usaha kesehatan melalui masyarakat sekolah mempunyai kemungkinan yang
lebih efektif diantara beberapa usaha yang ada, untuk mencapai kebiasaan hidup
sehat dari masyarakat pada umumnya, karena masyarakat sekolah :
a. Mempunyai prosentase yang tinggi
b. Merupakan masyarakat yang telah terorganisir, sehingga mudah dicapai
dalam rangka pelaksanaan usaha-usaha kesehatan masyarakat,
c. Peka terhadap pendidikan pada umumnya, dapat menyebarkan medernisasi
(sebagai “agent of change”), karena dalam usia ini anak-anak sekolah berada
dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan, mudah di bimbing dan di bina.
Pada masa ini adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaankebiasaan
hidup sehat dengan harapan, agar mereka dapat meneruskan serta
mempengaruhi lingkungannya sekarang dan di massa yang akan datang.
15
Masyarakat sehat yang akan datang merupakan salah satu hasil dari
pengertian, sikap dan kebiasaan hidup sehat yang dimiliki anak-anak pada
waktu sekarang.
2.2.2 Landasan Hukum Usaha Kesehatan Sekolah
Landasan hukum usaha kesehatan sekolah adalah Undang-undang No 12
tahun 1954 tentang pokok-pokok pendidikan yang berbunyi : Tujuan pendidikan
adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Sedangkan Undang-undang No. 9 tahun 1960 tentang pokok-pokok kesehatan
berbunyi :
Bab I pasal 3 : 1) Pertumbuhan anak yang sempurna dalam lingkungan hidup
yang sehat adalah penting untuk mencapai generasi yang sehat dan bangsa yang kuat.
2) Pengertian dan kesadaran rakyat tentang pemeliharaan dan perlindungan
kesehatan adalah sangat penting untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggitingginya.
Bab II pasal 9 ayat 2 : Pemerintah mengadakan usaha-usaha khusus untuk
kesehatan keturunan dan pertumbuhan anak yang sempurna, baik dalam lingkungan
keluarga maupun dalam lingkungan sekolah, serta lingkungan masyarakat remaja
dan keolahragaan. (Indan Entjang 2000: 121).
2.3 Tujuan Usaha kesehatan Sekolah
Tujuan usaha kesehatan sekolah adalah mencapai kesehatan anak didik yang
sebaik-baiknya hingga dapat tumbuh secara harmonis, efisien dan optimal dalam
16
mencapai manusia Indonesia sehat jasmani, rohani dan mental, (DEPKES. R.I 1982 :
15).
Tujuan usaha kesehatan sekolah adalah untuk mencapai potensi maksimal
yang ada pada anak didik, sebab dengan menjalankan usaha kesehatan sekolah di
harapkan kita mendapat anak didik yang sehat jasmaniah, rohaniah dan sosial, yaitu :
1. Tumbuh dan berkembang sesuai dengan umurnya.
2. Memiliki sikap, tingkah laku dan kebiasaan sehat
3. Tidak mempunyai kelainan dan mengidap penyakit.
(Soepeno B.A 1984 : 49).
Menurut Mu’rifah dan Hardianto Wibowo (1992 : 131), tujuan umum Usaha
Kesehatan Sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat
kesehatan peserta didik serta menciptakan lingkungan yang sehat,sehingga
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam
rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya sedangkan tujuan khusus UKS
adalah untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan mempertinggi derajat kesehatan
peserta didik, yang didalamnya mencakup :
1. Memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan prinsipprinsip
hidup sehat, serta partisipasi aktif dalam usaha peningkatan usaha
kesehatan di sekolah dan perguruan agama, di rumah tangga, maupun di
lingkungan masyarakat.
2. Sehat, baik dalam arti fisik, mental, maupun sosial.
3. Memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh buruk,
penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya.

Sasaran dari program usaha kesehatan sekolah adalah masyarakat sekolah
yang terdiri dari anak didik, Guru dan petugas sekolah lainnya ( Sonja Poernomo.
Dkk, 19782 : 15). Sedangkan menurut Soepeno B.A sasaran UKS adalah : murid ,
guru, petugas-petugas sekolah lainnya dan lingkungan sekolah.
2.4 Organisasi Usaha Kesehatan Sekolah
Menurut Adik Wibowo dkk. (1983 : 27-29) struktur organisasi UKS
mengikuti struktur organisasi Departemen Kesehatan RI, sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan No. 125/IV/Kab/B.U/1975 tertanggal 29 April 1975 yaitu :
2.4.1 Tingkat Pusat
Sub Direktorat Kesehatan Sekolah dan Olahraga, Direktorat Kesehatan
Masyarakat terdiri dari beberapa seksi yaitu : seksi kesehatan anak sekolah dan
mahasiswa, seksi kesehatan anak-anak luar biasa, seksi olahraga kesehatan, seksi
pengembangan metode.
Fungsi dan tanggung jawabnya : membuat program kerja melakuakan
koordinasi, melakukan bimbingan dan pengawasan pelaksanaan UKS di seluruh
Indonesia, mengusahakan bantuan teknis dan materiil, bersama-sama dengan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyusun kurikulum tentang kesehatan
pada umumnya dan Usaha Kesehatan Sekolah pada khususnya, menyelenggarakan
lokakarya, seminar, rapat kerja diskusi penataran dan lain-lain.
2.4.2 Tingkat Provinsi
Fungsi dan tanggung jawabnya adalah sebagai koordinator pelaksana UKS di
tingkat provinsi yan meliputi : membuat rencana program kerja, membuat bimbingan

teknis, melakukan koordinasi dan pengawasan, menerima laporan kegiatan dari
tingkat Kabupaten/ kota melaporkan kegiatan ke tingkat pusat, memberi bantuan
materi dan keuangan ke daerah tingkat II dan lain-lain usaha yang dianggap perlu.
2.4.3 Tingkat Kota / Kabupaten
Penanggung jawabnya adalah UKS pada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Fungsi dan tanggung jawabnya meliputi : membuat rencana kerja harian, melakukan
koordinasi kegiatan-kegiatan kesehatan yang ditujukan kepada anak didik dan
masyarakat sekolah, melakukan pengawasan pelaksanaan UKS di sekolah,
melaporkan kegiatan ditingkat provinsi, menyelenggarakan kursus-kursus kesehatan,
kursus UKS bagi guru, murid, dan petugas kesehatan setempat, memupuk kerjasama
baik pihak-pihak yang ada hubungannya dengan pelaksanaan UKS.
2.4.4 Usaha Kesehatan Sekolah di tingkat Puskesmas
Berdasar ketentuan yang ada maka Usaha Kesehatan Sekolah merupakan
salah satu unit dari puskesmas dimana kegiatan-kegiatan kesehatan dilaksanakan di
wilayah kerjanya.
2.4.5 Usaha Kesehatan Sekolah di tingkat Sekolah
Usaha Kesehatan Sekolah di tingkat sekolah merupakan wilayah kerja dimana
kegiatan tersebut dilaksanakan.
Dari tingkat pelaksanaan UKS di sekolah-sekolah hingga tingkat pusat ,
diperlukan organesasi yang baik. Untuk memperlancar usaha pembinaan
danpengembangan, serta mencegah terjadinya tumpang tindih dari berbagai kegiatan
UKS sebaiknya diwujudkan dala satu wadah atau badan. Dengan demikian

kerjasama lintas sektoral dari berbagai instansi yang berkepentingan mutlak
diperlukan.
Kerangka kerjasama pengirganesasian sistem kerja operasional UKS harus
dipahami sebaik-baiknya. Sebab, tidak sedikit sekolah atau guru yang beranggapan
bahwa UKS merupakan tugas dari petugas kesehatan saja atau sebaikya petugas
kesehatan menganggap UKS merupakan tanggung jawab jajaran pendidikan sekolah
atau guru semata-mata.
Memperhatikan kenyaatan di lapangan, keberhasilan dalam pelaksanaan UKS
melibatkan berbagai instansi dari Departemen, instansi, dan badan-badan, seperti :
1. Departemen Dalam Negeri
2. Departemen Pendidikan Nasional
3. Departemen Kesehatan
4. Departemen Agama
5. Berbagai instansi dan badan-badan seperti :
a. Dinas Pendidikan Dasar, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum,
Peternakan, Pertanian , dan sosial.
b. POGM (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru)
c. Badan-badan / organesasi non pemerintah seperti PMI, Kepramukaan ,
mungkin juga LSM.
d. Berbagai perusahan swasta yang ada hubungannya dengan udaha
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Bentuk kerja sama lintas sektoral dari berbagai instansi yang berkepentingan
dalam pembinaan UKS, mulai dari tingkat propinsi sampai tingkat kecamatan,
berupa wadah yang disebut Badan Kerja Sama Usaha Kesehatan Sekolah (BKUKS)
BADAN KERJA SAMA USAHA KESEHATAN SEKOLAH
(BKUKS)TINGKAT I
BKUS Tingkat II
BKUKS Tingkat Kecamatan
Keterangan
: garis komando
: garis koordinasi
(Dinas kesehatan Kota Pekalongan)
GUBERNUR
1.Ka.Dinas Pendidikan
2. Ka. Dinas Kesehatan
3. Ka. Dinas Agama
Bagian Pendidikan
Kesehatan
Bagian Lingkungan
Sekolah Sehat
Bagian Pemeliharaan
Kesehatan Sekolah Bagian
BUPATI
Ka.Dinas Pendidikan
Ka. Dinas Kesehatan
Ka. Dinas Aga ma
Subag Pendidikan
Kesehatan
Subag Lingkungan
Sekolah Sehat
Subag Pemeliharaan
Kesehatan
CAMAT
1. Kasi Pendidikan
2. Ka. Puskesmas
3. Penilik Agama
Seksi Pendidikan
Kesehatan
Seksi Lingkungan
Sekolah Sehat
Seksi Pemeliharaan
Kesehatan

2.5 Pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Sekolah
Pelaksanaan UKS menuntut garapan bersama. Oleh karena itu, Pembentukan
BKUKS di semua tingkat sangat penting. Kerja sama itu semakin diperlukan karena
disekolah tidak ada guru atau tenaga khusus untuk menangani UKS. Tulang
punggung pelaksanaan UKS di Sekolah adalah guru, dan berbagai tenaga kesehatan,
seperti dokter, ahli gizi, dan paramedis. Pelaksanaan UKS di SD juga menuntut
kerjasama dari semua pihak baik guru, siswa, maupun orang tua.
Usaha kesehatan sekolah mempunyai 3 (tiga ) program, yang dikenal dengan
TRIAS UKS, yaitu terdiri dari pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan
lingkungan sekolah yang sehat.
2.5.1 Pendidikan Kesehatan
Pendidikan adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang bertujuan
untuk mengubah perilaku seseorang menjadi baik bagi kehidupan diri sendiri dan
masyarakat serta bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatannya. Hal ini,
dikemukakan dalam undang-undang pokok pendidikan tahun 1954 nomor 12 sebagai
tujuan pendidikan yang membentuk manusia susila yang cakap, warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pendidikan kesehatan berarti menanamkan kebiasaan hidup sehat dan
mendorong anak-anak didik untuk turut serta dalam usaha-usaha kesehatan dan
bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri beserta lingkungannya.
Kegiatan yang dijalankan di sekolah adalah memberikan pengertian tentang
segala sesuatu yang bersangkut paut dengan masalah kesehatan, dan menanamkan

dasar-dasar kebiasaan hidup sehat, serta mendorong anak didik untuk ikut serta
sercara aktif dalam setiap usaha kesejahteraan diri, keluarga, dan lingkungannya.
Caranya adalah dengan mengintegrasikan pendidikan kesehatan kedalam
berbagai mata pelajaran yang relevan,dan semua kegiatan yang dilakukan di sekolah.
Mata pelajaran yang sangat relevan adalah pendidikan jasmani atau olahraga.
Pendidikan kesehatan bertujuan menanamkan pengetahuan, pandangan dan
kebiasaan hidup sehat kepada para siswa agar siswa berprilaku hidup sehat dan dapat
ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri serta lingkungannya,
memiliki daya tangkal terhadap narkotika, alkohol dan zat-zat kesehatan.
Hal-hal yang diberikan pada pendidikan kesehatan antara lain meliputi :
1. Kebersihan perorangan dan lingkungan
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
3. Gizi
4. Pencegahan kecelakaan (keamanan) dan PPPK
5. Perawatan orang sakit di rumah
6. Mengenal dan tahu cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada (Rumah
Sakit, Dokter, dan Puskesmas)
7. Mengetahui dan mempunyai daya tangkal terhadap akibat penyalahgunaan
narkotika, obat-obat/zat berbahaya.
2.5.2 Pelayanan Kesehatan di Sekolah
Pelayanan Kesehatan di sekolah, mempunyai tujuan :
1. Mengikuti pertumbuhan dan perkembangan para siswa.
2. Mengetahui bila ada kelainan gangguan kesehatan sedini mungkin.

3. Pencegahan penyakit menular.
4. Pengobatan secepat-cepatnya (pengobatan sederhana)
5. Rehabilitasi (pemulihan).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kesehatan secara berkala.
2. Pemeriksaan kesehatan secara umum.
3. Pengukuran berat badan dan tinggi badan para siswa secara berkala.
4. Pemeliharaan dan pengawasan kebersihan lingkungan sekolah.
5. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,memberantas sumber infeksi
dan mencegah tercemarnya makanan oleh kuman.
6. Usaha di bidang gizi.
7. Kesehatan gigi di sekolah.
8. Pengobatan ringan dan P 3 K.
9. Mengirimkan atau merujuk mereka yang membutuhkan pengobatan dan
perawatan lebuh lanjut ke Puskesmas atau rumah sakit.(Mu’rifah 1992 : 131)
Di dalam pelaksanaannya, pelayanan kesehatan di sekolah ini dapat dilakukan
oleh :
1. Semua petugas kesehatan, khususnya petugas kesehatan UKS dari Puskesmas
2. Dan sebagian dapat dilakukan oleh guru dan para siswa.(Mu’rifah 1992 : 133)
2.5.3 Lingkungan Kehidupan Sekolah Yang Sehat
Menurut Sonja Poernomo (1978: 44-72) bahwa program Usaha Kesehatran
Sekolah meliputi lingkungan fisik dan lingkungan mental (psikis) yang kesemuanya
harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan fisik sekolah meliputi :

1. Bangunan sekolah dan lingkungannya :
a. Gedung sekolah, beserta peralatannya.
b. Halaman, kebun,pekarangan sekolah.
c. Pembuangan sampah,tinja dan air limbah.
d. Sumber air
e. Warung skolah
f. Tempat berolahraga.
g. Pagar sekolah.
2. Kebersihan Lingkungan.
Pemeliharaan kebersihan lingkungan adalah faktor yang sangat penting dalam
menciptakan lingkungan sekolah yang sehat. Pemeliharaan kebersihan lingkungan
antara lain :
a. Membersihkan peralatan sekolah.
b. Membersihkan lantai.
c. Membersihkan WC dan kamar kecil setiap hari.
d. Membersihkan kaca-kaca jendela.
e. Membersihkan saluran air
f. Pemeliharaan tanaman-tanaman, kebersihan halaman. (Mu’rifah ,1992:133)
2.6 Sarana dan Prasarana Usaha Kesehatan Sekolah
Mengenai sarana dan prasarana Usaha keseh tan sekolah dijelaskan oleh
Djonet Soetatmo (1982, 122-123) meliputi :
1. Ruang UKS atau klinik sekolah
2. Alat-alat pemeriksaan yang diperlukan

3. Alat-alat PPPK
4. Obat-obatan sehari-hari yang diperlukan

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode adalah pengertahuan tentang berbagai macam cara kerja yang
disesuaikan dengan objek studi yang bersangkutan, dimana mutlak diperlukan dalam
pelaksanaan penelitian. Metode penelitian sebagaimana dikenal sekarang ini adalah
berbentuk garis yang cermat dan syarat yang benar, maksudnya penjagaan agar
pengetahuan yang dicapai dari suatu penelitian dapat termuat nilai ilmiah yang
setinggi-tingginya. yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Penggunaan metodelogi penelitian juga harus dapat terarah pada tujuan penelitian ,
tidak berbelit-belit dan mudah dipahami, agar hasil penelitan juga harus
dipertanggung jawabkan sesuai dengan aturan yang berlaku.
3.1 Populasi Penelitian
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah seluruh sekolah dasar negeri
yang ada di kota Pekalongan sejumlah 114 sekolah dengan kesamaan sifat antara lain
1. Sama-sama sekolah dasar negeri yang ada di kota Pekalongan.
2. Sama-sama memiliki Usaha Kesehatan Sekolah.
(sumber : Dinas Kesehatan Kota Pekalongan tahun 2005)
3.2 Sampel Penelitian
Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebagian sekolah dasar
negeri yang ada di kota Pekalongan. Penggunaan sampel dalam hal ini berdasar

pertimbangan luasnya wilayah pengamatan yaitu sebanyak 114 sekolah dasar di kota
Pekalongan.
Dengan demikian sifat dan karakter dari populasi yang ada serta kemampuan
peneliti, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 25 % X 114 = 28,5 dan
dibulatkan menjadi 30. Cara pengambilan sampel dilakukan secara pemilihan
langsung dengan pertimbangan luasnya wilayah penelitian yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan penelitian pada seluruh populasi.
3.3 Variabel Penelitian
Menurut Sutisno Hadi dalam Suharsimi Arikunto (1998:97), bahwa variabel
adalah obyek penelitian yang bervariasi.
Variabel dalam penelitian ini adalah pelaksanaan. Usaha kesehatan sekolah di
Sekolah Dasar se Kota Pekalongan yang meliputi sub variabel:
1. Mekanisme organisasi Usaha Kesehatan Sekolah
2. Pelaksanaan program Kerja Usaha kesehatan sekolah
3. Kelengkapan sarana dan prasarana usaha kesehatan sekolah
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data adalah komponen terpenting sebagai penentu terhadap berhasil atau
tidaknya suatu penelitian. Oleh sebab itu metode pengumpulan data harus dilakukan
seteliti dan secermat mungkin. Data yang diperlukan dalam penelitian ini
dikumpulkan dengan menggunakan metode kuesioner yang telah disiapkan
sebelumnya. Adapun langkah-langkah pelaksanaannya yaitu menyebarkan kuesioner

yang telah diisi, mengecek kebenaran pengisiian kuesioner kemudian pengolahan
data.
3.5 Instrumen Penelitian
Kuesioner dalam penelitian ini disusun dalam bentuk pertanyaan, dimana
masing-masing pertanyaan dikembangkan disertai alternatif sebagai berikut:
1. Pertanyaan yang berhubungan dengan mekanisme organisasi UKS disertai
alternatif jawaban "Ya" atau "tidak".
2. Pertanyaan yang berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan dan
penyuluhan kesehatan disertai jawaban "ada" atau "tidak ada".
3. Berikutnya pertanyaan yang berhubungan dengan kelengkapan sarana dan
prasarana UKS disertai alternatif jawaban "ada" atau "tidak ada".
Uji coba yang digunakan untuk mengetahui kesahihan dan keterandalan
kuesioner yaitu uji coba terpakai, dengan konsultasi kepada pakar UKS. Sedangkan
validitas instrumen penelitiian ini adalah validitas logis, karena angket ini disusun
bertujuan untuk mengungkap data sesuai dengan fakta adanya. Selain menggunakan
validitas logis, untuk menguji keandalan intrumen penelitian ini digunakan juga
validitas empiris yang di uji coba istrumen secara langsung di lapangan.
3.6 Metode Analisis Data
3.6.1 Analisis Instrumen
1. Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data variabel yang
diteliti secara tepat (Arikunto, 1998:136). Validitas soal ditentukan dengan
menggunakan teknik korelasi Product moment angka kasar :
29
{ Σ Σ }{ Σ Σ }
Σ Σ Σ
− −

=
2 ( )2 2 ( )2
( )( )
N X X N Y Y
N XY X Y
rxy
xy r = koefisien korelasi
X = skor butir
Y = skor total
N = jumlah subyek
(Arikunto, 1998:256).
Berdasarkan hasil uji validitas instrumen penelitian pada lampiran
menunjukkan bahwa dari 35 butir instrumen yang diuji cobakan seluruhnya valid
karena memiliki harga rxy > rtabelc= 0,612 untuk α = 5% dengan N = 10. dengan
demikian instrumen tersebut dapat digunakan untuk pengambilan data penelitian
(Perhitungan selengkapnya pada lampiran).
2. Reliabilitas
Reliabilitas dapat menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen
untuk bisa dipercaya sebagai alat pengumpul data. Untuk menguji reliabilitas
digunakan rumus alpha sebagai berikut :
( ) ⎥
⎥⎦

⎢ ⎢⎣

− ⎥⎦

⎢⎣


= Σ
2t
2b
11 σ
σ
1
K 1
r K
Keterangan :
11 r = Koefisien reliabilitas.
K = Banyaknya butir soal.
Σ 2b
σ = Jumlah varians butir.
2t
σ = Varians total. (Arikunto 2002:171)
30
Untuk mencari varians butir dengan rumus :
σ² =
N
N
(X) (X)
2
2 Σ
Σ −
Keterangan :
σ = Varians tiap butir
X = Jumlah skor butir
N = Jumlah responden (Arikunto 2002:171)
Berdasarkan hasil uji reliabilitas angket penelitian pada lampiran diperoleh
harag r11 = 0,945 > rtabel= 0,612 untuk α = 5% dengan N = 10. Dengan demikian
angket tersebut reliabel dan dapat digunakan untuk pengambilan data penelitian
(perhutungan pada lampiran).
3.6.2 Analisis data
Data dari hasil pengamatan dan angket guru dianalisis secara deskriptif
persentase dengan langkah-langkah sebagai berikut :
NP =
SM
R X 100 %
Keterangan :
NP = Nilai dalam persen %
R = Skor rata-rata yang dicapai siswa
SM = Skor maksimal ideal
(Sudjana, 1989:46).
Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan kriteria penilaian.
Adapun kriterianya sebagai berikut :
31
83.33 % - 100,00% = Baik
66.67 % - 83.32 = Cukup
50.00 % - 66.66 % = Jelek
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN
4.1 Hasil Penelitian
Pengolahan data hasil penelitian jawaban yang diberikan oleh responden
terhadap pernyataan-pernyataan yang tertuang dalam angket tentang pelaksanaan
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di Sekolah Dasar Negeri se Kota Pekalongan
tahun 2004/2005.
Hasil penelitian tentang pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
di Sekolah Dasar Negeri se Kota Pekalongan tahun 2004/2005, adalah sebagai
berikut :
4.1.1 Mekanisme Organisasi UKS di SD Negeri Se-Kota Pekalongan
Dalam rangka mengetahui mekanisme organisasi UKS di SD Negeri se-
Kota Pekalongan maka dilakukan dengan mengungkap permasalahan tersebut
dari pendapat yang dikemukakan oleh guru pendidikan jasmani SD Negeri di
kota Pekalongan. Adapun kriteria yang digunakan untuk mengetahui mekanisme
pelaksanaan UKS berdasarkan skor yang diperoleh, dapat dilihat pada tabel 4.1
berikut.
Tabel 4.1 Interval Skor, Interval Persentase dan Kategori Mekanisme Organisasi
Usaha Kehatan Sekolah.
Interval skor Interval persentase Kategori
6.7 < Skor < 8.0 83.33% < % < 100% Baik
5.3 < Skor < 6.6 66.67% < % < 83.32% Cukup
4.0 < Skor < 5.2 50.00% < % < 66.66% Jelek
33
Mekanisme Organuisasi UKS dinyatakan dalam kategori baik apabila persentase skor
yang diperoleh antara 83.33% sampai 100%, dalam kategori cukup antara 66.67%
sampai 83.32%, dan kategori jelek pada interval 50% sampai 66.66%.
Hasil penelitian tentang mekanisme organisasi UKS di SD Negeri se-Kota Pekolangan
berdasarkatan hasil analisis pada lampiran diperoleh rata-rata skor 6,3 dengan
persentase 78,33%. Karena berada pada rentang persentase antara 66.67% sampai
83.32%, maka mekanisme organisasi UKS tersebut termasuk kategori cekut. Lebih
jelasnya berikut ini disajikan hasil analisis deskriptif persentase mekanismen
organisasi UKS dari tiap-tiap Sekolah Dasar Negeri di Kota Pekalongan.
Tabel 4.2 Hasil Analsisis Deskriptif Persentease tentang Mekanisme Organisasi UKS
di SD Negeri se-Kota Pekalongan.
Interval Skor Kriteria f %
6.7 – 8.0 Baik 13 43.33
5.3 – 6.6 Cukup 9 30.00
4.0 – 5.2 Jelek 8 26.67
Jumlah 30 100
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebagaian besar mekanisme
organisasi UKS di SD Negeri se-Kota Pekolangan yaitu 43.33% termasuk kategori
baik, 30,00% termasuk kategori cukup dan 26.67% termasuk kategori jelek.
4.1.2 Pelaksanaan Program Kerja UKS
Dalam rangka mengetahui pelaksanaan program UKS di SD Negeri se-Kota
Pekalongan maka dilakukan dengan mengungkap permasalahan tersebut dari
pendapat yang dikemukakan oleh guru pendidikan jasmani SD Negeri di kota
Pekalongan. Adapun kriteria yang digunakan untuk mengetahui pelaksanaan
program UKS berdasarkan skor yang diperoleh, dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.
34
Tabel 4.1 Interval Skor, Interval Persentase dan Kategori Pelaksanaan Program Kerja
UKS.
Interval skor Interval persentase Kategori
35.0 < Skor < 42.0 83.33% < % < 100% Baik
28.0 < Skor < 34.9 66.67% < % < 83.32% Cukup
21.0 < Skor < 27.9 50.00% < % < 66.66% Jelek
Tingkat pelaksanaan UKS dinyatakan dalam kategori baik apabila persentase skor yang
diperoleh antara 83.33% sampai 100%, dalam kategori cukup antara 66.67% sampai
83.32%, dan kategori jelek pada interval 50% sampai 66.66%.
Hasil penelitian tentang pelaksanaan program kerja UKS di SD Negeri se-Kota
Pekolangan berdasarkatan hasil analisis pada lampiran diperoleh rata-rata skor 35,1
dengan persentase 83,49%. Karena berada pada rentang persentase antara 83.33%
sampai 100%, maka pelaksanaan program kerja UKS tersebut termasuk kategori
baik. Ditunjau dari tiap-tiap indikator pelaksanaan progran kerja yang terdiri dari
pendidikan dan penyuluhan kesehatan di sekolah, pelayanan kesehatan di sekolah
dan lingkungan sekolah yang sehat berdasarkan analisis deskriptif persentase pada
lampiran untuk pendidikan dan pelayanan kesehatan disekolah diperoleh persentase
77.22% dan termasuk kategori cukup, untuk pelayanan kesehatan disekolah
diperoleh persentase 80,67% dan termasuk kategori cukup dan untuk lingkungan
sekolah yang sehat diperoleh persentase 88.67% dan termasuk kategori baik. Lebih
jelasnya berikut ini disajikan hasil analisis deskriptif persentase pelaksanaan program
kerja UKS dari tiap-tiap Sekolah Dasar Negeri di Kota Pekalongan.
Tabel 4.2 Hasil Analsisis Deskriptif Persentease tentang Pelaksanaan Program UKS
di SD Negeri se-Kota Pekalongan.
Kriteria Indikator Pelaksanaan
35
Pend. &
Penyuhan
Pelayanan
Kesehatan
Ling. Sek
Yang Sehat
Program
UKS
Baik
Cukup
Jelek
46.67%
43.33%
10.00%
43.33%
40.00%
16.67%
83.33%
16.67%
0.00%
56.67%
43.33%
0.00%
Jumlah 100% 100% 100% 100%
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa tingkat pelaksanaan program
Usaha Kesehatan Sekolah di SD Negeri se-Pekalongan ditinjau dari tiap-tiap aspek
menunjukkan bahwa yang paling baik adalah lingkungan sekolah yang sehat yaitu
83.33% telah masuk dalam kategori baik.
4.1.3 Ketersediaan Sarana dan Prasarna UKS
Untuk mengetahui tingkat ketersediaan sarana dan prasarana UKS di SD
Negeri se-Pekalongan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3 Interval Skor, Interval Persentase dan Kategori Peranan Guru Pendidikan
Jasmani Dalam Usaha Kehatan Sekolah
Interval skor Interval persentase Kategori
16.7 < Skor < 20.0 83.33% < % < 100% Baik
13.3 < Skor < 16.6 66.67% < % < 83.32% Cukup
10.0 < Skor < 13.2 50.00% < % < 66.66% Jelek
Tingkat peranan guru dalam UKS dinyatakan dalam kategori baik apabila
persentase skor yang diperoleh antara 86.33% sampai 100%, dalam kategori cukup
antara 66.67% sampai 88.32%, dan kategori jelek pada interval 50% sampai 66.66%.
36
Hasil penelitian tentang ketersediaan sarana dan prasarana UKS di Sekolah
Dasar Negeri se-Kota Pekalongan dapat dilihat pada lampiran dan berikut ini
rangkuman dari hasil tersebut :
Tabel 4.4 Hasil analisis deskriftif persentase Ketersediaan Sarana dan Prasaranan
UKS
Interval Skor Kriteria f %
16.7 – 20.0 Baik 20 66.67
13.3 – 16.6 Cukup 10 33.33
10.0 – 13.2 Jelek 0 0.00
Jumlah 30 100
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa ketersediaan sarana dan prasarana
IKS di SD Negeri se-Kota Pekolangan yaitu 66.67% termasuk kategori baik, 33.33%
termasuk kategori cukup dan tidak ada satupun Sekolah Dasar Negeri di Kota
Pekalongan yang memiliki sarana dan prasaranan UKS dalam kategori jelek.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Mekanisme Organisasi UKS di SD Negeri se-Kota Pekalongan
Berdasar ketentuan yang ada, Usaha Kesehatan Sekolah merupakan salah
satu unit dari puskesmas dimana kegiatan-kegiatan kesehatan dilaksanakan di
wilayah kerjanya dalam hal ini adalah di Sekolah. Usaha Kesehatan Sekolah
merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah. Seperti kita
ketahui bahwa sekolah adalah suatu lembaga pendidikan yang merupakan tempat
penyaluran segala bentuk pembaharuan. Kebiasaan hidup sehat mudah ditanamkan
37
pada siswa dan selanjutnya siswa diharapkan sebagai titik pangkal untuk
mempengaruhi masyarakat sekitarnya dengan pengetahun dan siap hidup sehat.
Untuk dapat menjalankan fungsi dan tugasnya secara baik, maka UKS
disekolah dasar harus memiliki mekanisme organisasi yang baik. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa mekanisme organisasi UKS di SD Negeri se-Kota
Pekalongan termasuk kategori cukup. Dari 30 SD Negeri yang ada, 13 diantaranya
atau 43,33% telah memiliki mekanisme organisasi yang baik, 9 diantaranya atau
30,00% telah memiliki mekanisme organisasi cukup baik dan 8 diantaranya atau
26.67% memiliki mekanisme organisasi yang jelek. Hal ini menunjukkan bahwa SD
Negeri se-Kota Pekalongan belum seluruhnya memiliki struktur organisasi UKS,
belum memiliki unit pelaksanaan UKS di sekolah yang melibatkan guru dan siswa,
melibatkan petugas puskesmas, orang tua, murid dan masyarakat dalam organisasi
UKS dan belum memiliki koordinasi antara petugas puskesmas dan pengurus UKS.
Dengan belum demilikinya mekanisme organisasi UKS yang baik di SD Negeri se-
KotaPekalongan tersebut, maka untuk mencapai tujuan organisasi yaitu menanamkan
pola hidup sehat bagi siswa akan sulit terwujud.
4.2.2 Pelaksanaan Program Kerja UKS di SD Negeri se-Kota Pekalongan
Pelaksanaan program Usaha Kesehatan Di SD Negeri se-Kota Pekalongan
berdasarkan hasil penelitian termasuk kategori baik (56.67%). Baiknya Pelaksanaan
kegiatan Usaha Kesehatan Di SD Negeri se-Kota Pekalongan ini tidak lepas dari
kerja keras seluruh unsur di dalamnya baik itu guru, orang tua maupun dari para
38
siswa. Gambaran yang diperoleh dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
seluruh komponen yang terlibat di dalam lingkungan SD Negeri di kota Pekalongan
telah memiliki kesadaran yang tinggi dalam rangka menciptakan kondisi lingkungan
belajar yang baik, nyaman, dan aman sehingga dengan demikian dapat tercipta
lingkungan belajar yang kondusif yang mampu memdukung kelancaran proses
belajar mengajar. Dengan terciptanya kondisi lingkungan yang mendukung terhadap
pelaksanaan proses belajar mengajar tersebut diharapkan dapat berdampak terhadap
meningkatnya presatasi belajar yang akan dicapai oleh siswa. Adanya lingkungan
yang bersih membuat anak merasa kerasan untuk tinggal dan melakukan aktifitas di
dalamnya, selanjutnya dengan kondisi lingkungan yang tidak bising dan gaduh
menjadikan anak lebih mudah berkonsentrasi saat menerima pelajaran, dan kondisi
interaksi sosial antar personal yang baik dan bersahabat akan mampu menumbuhkan
rasa kebersamaan yang mendalam diantara para siswa.
Baiknya pelaksanaan program kerja UKS di SD Negeri se-Pekalogan tersebut
terlihat dari telah dilaksanakannya pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang
pentingnya hidup sehat di sebagian besar SD Negeri di Pekalongan yang berisi
materi tentang pentingnya berpakaian yang rapi dan bersih, pentingnya makan pagi,
pentingnya memeriksa gigi,mata dan telinga dan pentingnya olahraga bagi.
Dalam pelaksanaannya, sebagian besar Sekolah-sekolah Dasar di Kota
Pekalongan telah memberikan pelayanan pemeriksaan kesehatan yang bersifaf umum
dan kusus bagi para siswa, pelayanan pengukuruan berat badan dan tinggi badan,
pemberantasan atau pencegahan penyakit menular, pelayanan pengobatan ringan dan
39
P3K dan terkadang dilaksanakan pengiriman khusus kesehatan sekolah yamh
memerlukan pengobatan lanjutan.
Dalam mendukung tercapainya tujuan Usahan Kesehatan Sekolah yang telah
direncanakan, pihak sekolah telah berusaha menciptakan lingkungan sekolah yang
melalui kegiatan membersihkan halaman sekolah secara berkala, menjaga dan
memeliharan kebersihan dinding sekolah, menjaga keadaan bangunan gedung
sekolah, memperhatikan keadaan ventilasi yang ada pada setiap ruang agar tetap
berfungsi, merawat dan mempertahankan sistem penerangan, sistem pembuangan air
agar tetap berfungsi secara baik, memeliharan kebersihan WC, menyediakan kantin
bagi para siswa, menyediakan tempat sampah untuk menghindari adanya
pembuangan sampah secara sembarangan dari para siswa dan menjaga dan merawat
kondisi kursi dan meja untuk guru maupun murid agar tidak menghambat proses
pembelajaran.
4.2.3 Pelaksanaan Program Kerja UKS di SD Negeri se-Kota Pekalongan
Pelaksanaan program Usaha Kesehatan Di SD Negeri se-Kota Pekalongan
berdasarkan hasil penelitian termasuk kategori baik (56.67%). Baiknya Pelaksanaan
kegiatan Usaha Kesehatan Di SD Negeri se-Kota Pekalongan ini tidak lepas dari
kerja keras seluruh unsur di dalamnya baik itu guru, orang tua maupun dari para
siswa. Gambaran yang diperoleh dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
seluruh komponen yang terlibat di dalam lingkungan SD Negeri di kota Pekalongan
telah memiliki kesadaran yang tinggi dalam rangka menciptakan kondisi lingkungan
belajar yang baik, nyaman, dan aman sehingga dengan demikian dapat tercipta
lingkungan belajar yang kondusif yang mampu memdukung kelancaran proses
40
belajar mengajar. Dengan terciptanya kondisi lingkungan yang mendukung terhadap
pelaksanaan proses belajar mengajar tersebut diharapkan dapat berdampak terhadap
meningkatnya presatasi belajar yang akan dicapai oleh siswa. Adanya lingkungan
yang bersih membuat anak merasa kerasan untuk tinggal dan melakukan aktifitas di
dalamnya, selanjutnya dengan kondisi lingkungan yang tidak bising dan gaduh
menjadikan anak lebih mudah berkonsentrasi saat menerima pelajaran, dan kondisi
interaksi sosial antar personal yang baik dan bersahabat akan mampu menumbuhkan
rasa kebersamaan yang mendalam diantara para siswa.
4.2.4 Ketersediaan Sarana dan Prasarana UKS di SD Negeri se-Kota
Pekalongan
Sarana dan prasarana merupakan Pelaksanaan program Usaha Kesehatan Di
SD Negeri se-Kota Pekalongan berdasarkan hasil penelitian termasuk kategori baik
(56.67%). Baiknya Pelaksanaan kegiatan Usaha Kesehatan Di SD Negeri se-Kota
Pekalongan ini tidak lepas dari kerja keras seluruh unsur di dalamnya baik itu guru,
orang tua maupun dari para siswa. Gambaran yang diperoleh dari hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa seluruh komponen yang terlibat di dalam lingkungan SD Negeri
di kota Pekalongan telah memiliki kesadaran yang tinggi dalam rangka menciptakan
kondisi lingkungan belajar yang baik, nyaman, dan aman sehingga dengan demikian
dapat tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang mampu memdukung
kelancaran proses belajar mengajar. Dengan terciptanya kondisi lingkun
41
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil Penelitian dan pembahasan maka peneliti dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Mekanisme organisasi UKS di SD Negeri se-Kota Pekolangan termasuk kategori
cukup dengan persentase 78,33%.
2. Pelaksanaan program kerja UKS di SD Negeri se-Kota termasuk kategori baik
dengan persentase 83,49%.
3. Ketersediaan sarana dan prasarana IKS di SD Negeri se-Kota Pekolangan
termasuk kategori baik dengan persentase 86.33%.
Saran – Saran
Dari kesimpulan dari hasil penelitian di atas maka peneliti menyarankan
sebagai berikut :
1. Bagi pihak sekolah hendaknya meningkatkan jalinan kerjasama dengan
puskesmas setempat dalam rangka agar tujuan untuk menciptakanmasyakat
sekolah yang sehat dapat terwujud.
2. Bagi guru pendidikan jasmani dan kesehatan, hendaknya mempertahankan usaha
kesehatan sekolah yang sudah berjalan dan lebih menintikberatkan pada
kesehatan masyarakat sekolah.
3. Bagi para siswa untuk selalu menjaga kesehatan dan kebersihan sekolah, karena
meruapakan tanggung jawab bersama.
42
DAFTAR PUSTAKA
Adi Wibowo, Asmirah Suharto dan Guntur Bambang, 1983, Usaha Kesehatan
Sekolah, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
A..Muis A.Y, Djonet Soetatmo dan Marjoko, 1979, Kesehatan Sekolah, Depdikbud,
Jakarta
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1983, Kesehatan Sekolah di Sekolah
Dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta
Direktoran Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, 1985, Petunjuk Pelaksanaan
dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah tingkat Sekolah Dasar,
Depdikbud, Jakarta
Djonet Soetatmo, 1982, Ilmu Kesehatan, Depdikbud, Jakarta
Indan Entjan, 1983, Kesehatan Masyarakat, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta
M. Dwijo Martoyo, Sutrisno,1987, Pendidikan Kesehatan dan Usaha Kesehatan
Sekolah, Tiga Serangkai, Solo
Mu’rifah, dan Hardianto Wibowo, 1992, Pendidikan Kesehatan, Deparemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta
Sonja Poernomo, Suharto dan Maidi Siswanto, 1978, Usaha Kesehatan Sekolah,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Suharsimi Asrikunto, 1998, Prosedur Penelitian, Renika Cipta, Jakarta
Toni Sajimin dan Pieter Whiticar, 1979, Pedoman Kesehatan Sekolah dan
Masyarakat , Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta